Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2018

Rasa Ini

Aku mengagumimu. Bagaimana caraku mengatakannya? Tak harus kukatakan padamu. Entah pada angin, ombak, senja, atau secangkir kopi yang bersahaja. Setiap hembus nafas ini kembali menyebut namamu. Jatuh badanku ingin berlabuh di bahumu. Redup mataku berharap kau teduhkan dengan tatap manjamu. Ada lain yang dapat disamakan denganmu? Semesta selalu mengerti betapa seisinya mampu menggemakan rindu untukmu. Di sela perjumpaan kita tak banyak kata terucap. Sedikit banyak mata mencuri pandang. Betapa berdebar ragaku saat mata kita bertemu di satu titik. Waktuku beku. Diriku membatu. Kau tega membiarkanku larut dalam pesonamu. Demi sepasang bola mata itu aku rela mengayuh rindu. Matamu, senyummu. Dua hal yang ingin aku lukis setiap hari. Aku adalah manusia jauh dari sempurna. Predikat baik juga sepertinya tak pantas aku sandang. Egois, keras kepala, tak mau mendengarkan siapapun, begitu dunia memandangku. Dan semua berbalik setelah aku bertemu kamu. Egoku mampu kau redam. Sifat keras kepalaku

Bahagia Itu Sederhana

Duduk berdua denganmu. Kopi hangat ada di antara kita. Kau suguhkan cerita masa kecil. Ingatan kita beradu. Beberapa hal ada yang hangat membekas di kenangku. Yang lain tentu kau lebih paham. Permataku, ketika semesta menua, izinkan aku menjadi orang pertama yang membuatmu tersenyum. Biarkan hanya aku yang menjadi sebabmu. Seluruh perjalananku hanya akan tertuju padamu. Ibu.

Senja di Ujung Kopi

Beberapa kali aku mengingatmu. Tak ingin memang, tapi mau bagaimana lagi. Memori itu datang begitu saja. Tanpa aba-aba. Kenangan bersamamu tak sebegitu banyak. Sedikit tapi seolah kita sudah lama bersama. Hal-hal kecil yang membuat tawa kita lepas menorehkan tempat tersendiri di sudut hatiku. Beberapa kejadian yang mampu menjatuhkan air mata terukir manis di dinding nadi. Kau punya tempat di sini. Senja kali ini senyummu indah ikut merasuki mentari. Meski sebentar lagi pergi, ia tetap abadi menunggu kusinggahi. Berhias jingga, ia menjadi candu. Bersama secangkir kopi, aku nikmati kehadiranmu, kasih. Waktu tak menggariskan pertemuan kita berlama-lama. Mungkin ia iri melihat kebersamaan kita. Siapa tak mau? Kita yang selalu berdua tak peduli kapan, dimana, dan bagaimana. Bahkan bintang terbesar di tata surya enggan menyaksikannya hingga senja sebagai pertanda ia ke singgasana. Ketahuilah, ada seseorang yang begitu merindukanmu. Ia ingin mengulang segalanya bersamamu. Ya, hanya mengul

Ketika Aku Tiada

Menjelang pergi. Apakah nanti kita akan merasa hilang? Apakah aku akan merasa kehilangan? Apakah juga sebaliknya? Atau apakah mungkin tidak terjadi apa-apa? Waktu semakin mengajarkanku untuk pasrah. Meski rela sulit terbuka. Bersamamu tenang. Duduk berdampingan, tidak melakukan apa-apa, sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesederhana itu. Sesekali kucuri pandang. Matamu, senyummu, teduh. Tak henti aku memujamu. Tak lelah aku menatapmu. Segalaku tertuju padamu. Kau tahu, inginku begitu kuat memilikimu. Rinduku tak bertepi pada dermaga lain selain hatimu. Alunan lagu senja tertuju padamu. Aroma kopi hangat perlahan ikut membisikkan namamu. Lantas kusruput pekatnya. Sontak dada bergejolak. Tubuh ini telah mengalir deras darahmu, kasih. Begitu adil semesta raya. Ia menyuguhkan keindahan tiada tara. Pesona tiada dua. Ciptaan maha mulia. Keagungan mengangkasa. Cinta. Hai semesta, berbisiklah padanya. Bawa aku larut di nadinya. Sampaikan cumbuku pada peluhnya. Hadirkan pelukku di letihnya.