Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2020

Hari di Februari

Malam berlalu dengan pekat. Di antara keputusan kau dan aku yang tak pernah sepakat. Jingga menyerah. Berbalik arah dengan sebuah hubungan yang perlahan berubah. Bagaimana mungkin kopiku bertahan dalam hangat. Sedangkan engkau masih enggan berpadu dalam dekat. Malam ini, hari terakhir Februari. Kenangan menari-nari menghidupi nadi. Segelas kopi belum habis. Jauh di dalam hati yang masih menangis. Bagaimana hidupmu kini? Baik-baik sajakah tanpa aku temani? Rindukah tentang kita yang berdua hampir setiap hari? Atau kau lupa bagaimana kita menenangi ego dalam diri? Tak apa. Lupakanlah. Jauh pada sujud malam buta, Kusematkan nama kita dalam doa kuberserah.

Rindu Lebam

Senja merona Menandakan petang datang Mengisyaratkan tunggu Mengabarkan rindu Untuk kesekian kalinya Kutulis kata tentang rindu Bukan sembarang rindu katanya Hanya setitik harapan kepada seseorang yang menginginkan satu Semakin malam Semakin tenggelam Mata enggan memejam Menatap nanar rintik sendu menghujam Kepada siapa rindu ini berlabuh Kepada hati yang entah di mana ia mengharap Teruntuk siapa rasa ini menderu Teruntuk pemilik mata sendu yang enggan mendekap

Sama dengan Sebelumnya

Aku ingin kita saling jatuh cinta. Seperti berada di dalam ruang kedap suara. Hanya ada kita berdua di dalamnya.Tanpa mendengar segala suara dari luar sana. Biar hanya kita yang punya dunia. Cukup aku dan engkau setia menyimpan rasa. Singkat cerita, aku bermimpi tentang kehadiran seseorang di malam penuh renjana. Sederhana, namun bukankah itu paling bermakna? Bagaimana jika semua hanya ilusi belaka? Tidak cukupkah sakit yang telah diderita? Menjelang cerita yang sama, aku tak sanggup mengulanginya. Jika sama berasa, bukankah lebih baik kita menanggungnya? Jadi bukan hanya aku atau engkau saja yang tersiksa. Bicara tentangmu tak kan ada habisnya. Masa perihal kita masih ada. Belum usai dengan sempurna. Di sela-sela agenda, kata demi kata terajut tanpa niatan asmara. Nostalgia. Senyum yang masih bernada, mata yang tetap bersinar apa adanya, gaya bicara riang seperti sedia kala. Adakah yang lebih mulia dari permata, selain melihatmu bahagia? Sembari menulis, tertinggal ampas