Skip to main content

Posts

Showing posts from 2021

Ia yang Mampu Melakukan Semuanya dan Semaunya

Pertemuan dengannya telah berhasil memangkas hari-hari saya yang terasa kosong. Jika biasanya saya menghabiskan sore dengan menunggui mentari terlelap, sekarang saya puas dengan sesederhana duduk berdua dengannya tanpa melakukan apa-apa. Tidak perlu muluk-muluk. Seperti itu terasa lebih dari cukup. Tidak pernah terbayang hal ini sebelumnya. Barangkali karena saya tak punya minat ke arah sana. Untuk apa? Kenapa harus menggantungkan kebahagiaan kepada orang lain? Saya merasa punya kemampuan independen untuk membahagiakan diri sendiri. Demikianlah saya hidup pada masanya. Idealis, angkuh, merasa tegar meski tak bertubuh kekar. Tanpa pertanda atau firasat berarti, ia mampu menghancurkan sistem pertahanan yang telah lama saya bangun. Hanya dengan satu senyuman, semuanya runtuh seketika. Satu tatapan mata sayu, lutut ini tak mampu menahan beratnya raga. Jari-jari tangannya mengait erat tangan saya. Di saat bersamaan saya berharap ia tidak mendengar detak jantung saya. Saya rasa, sebentar

Ingin

Aku ingin berpuisi Menari-nari pada bayang siang hari Lalu terlelap dalam peluk pekat melati Menuju rumah penuh ilusi

Lekat

Ada saat di mana aku merasa lelah. Waktu-waktu aku berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan. Seberapa cepat aku berjalan, tujuan tak juga terlihat. Seberapa hati-hati aku melangkah, cahaya tak datang secercah pun. Aku lelah. Aku hilang. Aku pasrah. Senja hampir setia menemani langkah pulang. Sepanjang perjalanan otakku selalu terisi hal-hal yang entah penting atau tidak. Berbagai isi pikiran muncul seketika, tanpa kuasa. Seperti ilalang di tepian, ia bergoyang pasrah diterpa angin. Begitulah aku yang hanya bisa menerima alur dunia tanpa mampu berontak. Apakah ingin berubah? Tentu! Bisakah? Setiap malam dalam mimpiku tak pernah berhenti sedikit pun mata memandangmu. Banyak orang mengakui melihat arti lain melalui caraku menatapmu. Benar. Aku mengakuinya. Begitu teguh rasaku padamu. Sejak saat itu aku rela jatuh ke dalammu. Dalam dekapmu yang amat rengkuh. Dalam harimu yang sungguh semu. Dalam cerita khayal seorang pembual.

Menetap?

Manusia. Beberapa datang dan pergi tanpa diminta. Beberapa lainnya meminta izin atas tinggalnya. Namun hukum alam mengatakan bahwa setiap datang akan menemukan pergi. Mereka yang pergi pun dapat terganti oleh yang datang. Lalu, kapan menetap? Apakah tetap adalah sementara? Jika demikian, apa arti sesungguhnya atas kata "tetap"?  Barangkali menetap tidaklah mudah. Upaya dan waktu harus berjalan seirama. Bagaimana caranya? Bukankah satu yang abadi di dunia ini adalah ketidakabadian? Bukankah hal paling pasti adalah ketidakpastian? Kenapa semua serba paradoks? Terlalu rumit bagi mata telanjang yang hanya ingin dimanjakan.  Di antara sajak-sajak kebingungan ada kalanya seseorang menerka seluruh kepala. Bagaimana memahami mata berbicara. Cara mengerti sesimpul senyum. Gerik jemari mengetuk meja. Hingga laku langkah serta anggukan kepala. Sebagai pengamat dan penikmat, hal-hal tersebut cukup mengasyikan. Selanjutnya, bagaimana? Siapkah menetap? 

Kita

Di dalam rumitnya hidup, aku menyimpan beberapa masa lalu yang belum usai. Pendar kisah lama muncul tiba-tiba menghasilkan rentetan nama yang familiar, tapi cukup asing di masa sekarang. Tidak bosan aku membicarakannya. Barangkali jika ada yang bertanya tentang kisah paling menyedihkan, aku tetap menceritakannya. Kisah lama yang tak habis dimakan masa. Sebuah cerita akan nama seseorang. Nama yang selalu mengaliri nadi. Menggenjotkan sejuta perasaan beraneka ragam. Sial. Hanya dengan membayangkannya saja tanganku bergetar. Nafasku sesak. Nyeri menjejal. Bendungan air mata sepertinya tak sanggup bertahan lagi. Taka pa. Kubiarkan air mata berjatuhan. Beningnya bagai pernak-pernik mengkilat memanjakan mata. Bertahun-tahun aku memendam. Sekian lama gejolak tertahan. Diam membuat semakin tak tenang. Sungguh menyebalkan setiap melihat ia bersama pasangan. Meski hubungan mereka berusia sebentar, tetap saja aku merasa muram. Gumpalan awan kelabu berselimut sayu. Sungguh kasihan. Aku iba

Cerita sebelum Pagi

Apa yang terpikirkan pertama kali saat kau mendengar kata “perpisahan”? Menyedihkan, menyakitkan, mengharukan, menyesalkan, atau salah satu bentuk kebahagiaan? Ya, barangkali beberapa perpisahan harus dirayakan dengan tawa, tak melulu berlinang air mata. Sebuah perjalanan akan terasa menakjubkan jika dibumbui perjuangan keras di dalamnya. Lama atau singkat waktu hanya ukuran angka. Hubungan yang lama tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas pertemuannya. Walaupun sebagian besar benar adanya. Aku mengenalnya dalam rentang waktu relatif singkat. Berawal dari tatap, segala isi dunia berubah tak lagi sederhana. Racikan tiga sendok kopi dan satu sendok gula pasir membutuhkan berbagai ramuan ekstra. Lamunan, rindu, bayangnya, serta konspirasi semesta lainnya. Empat sehat lima sempurna ditambah dirinya menjadi istimewa. Hari-hari berjalan indah. Sungguh indah. Terlalu indah sampai aku tak menyadari bahwa intensitas aku tertawa bertambah tinggi. Sepeda motorku dan jalanan menjadi sak

Motivasi Terbesar Itu Bernama Ibu

Anak tunggal, diasuh oleh seorang single parent , hidup serba sederhana, terkadang kekurangan, Ayah entah pergi ke mana, seorang anak SMA sebentar lagi lulus, dan ingin memilih jalan hidup setelahnya. Mengingat biaya kuliah yang cukup tinggi, hampir ia memutus rantai mimpinya. Namun betapa beruntung, ibunya mendukungnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Memperoleh restu ibunda, tanpa ragu ia mendaftarkan diri di salah satu kampus saat itu juga. Membutuhkan waktu dan doa setelah melakukan tes masuk perguruan tinggi. Tidak lolos di perguruan tinggi sama sekali tidak menyurutkan niatnya melanjutkan perjuangan. Ia memilih mengikuti tes di salah satu universitas swasta. Semesta akhirnya mengizinkannya mengenyam bangku pendidikan di universitas tersebut. Menjadi mahasiswa menjadikannya jauh tidak tinggal serumah dengan ibunya. Ia harus mengambil indekos. Jauh dari orang tua membuat hubungan dengan ibunya kian intens. Hampir setiap malam telpon selalu bersuara dengan nam

Untuk 2020

Masih dalam nuansa tahun baru, izinkan saya membingkai sedikit cerita selama setahun ke belakang. Kicau sederhana dari seorang anak penuh mimpi dan ambisi. Terlihat diam, tapi bukankah semua setuju bahwa air tenanglah yang menghanyutkan? Sama halnya dengan kisah ini, seorang anak yang berjuang luar biasa demi menggapai asa. Demi membalas dendam kepada masa lalunya. Sebagai disclaimer, kisah ini adalah fiktif. Semoga terasa nyata. Karena sedikit banyak menceritakan bagaimana upaya bertahan terlihat tidak rasional. Bagaimana pula hidup dengan segala cara demi tidak terhempas. Maka, nikmatilah. Selamat datang di pembuka paradox. Tersebut seorang anak kecil yang sedang dan selalu tergila-gila dengan kemegahan yang ditawarkan dunia luar. Macam-macam mimpi memenuhi kehidupannya. Ambisi tak terlihat yang terkadang mampu membuat lawannya ciut. Walaupun ia dipandang lemah di awal. Begitulah caranya menaklukan dunia. Ia tak pernah lelah belajar. Belajar apa pun. Menyandang gelar bukan ber

Menyerah dalam Pasrah

Menemukanmu adalah bukti semesta maha baik. Masa lalu memang mengajarkanku banyak hal. Dan, di masa kini maupun yang akan datang aku tak ingin mengulanginya. Cukup terjadi dengan diikuti kata “pernah”. Mataku selalu berhenti kepadamu. Setiap kali melihat sorot pandangmu, dalam hati bergetar hebat. Tak perlu berpura-pura, lambung perutku terasa panas saat menulis ini. Betapa luar biasa engkau. Padahal kita berdua tahu, hal ini terjadi tahun-tahun sebelum ini. Tepat tiga belas tahun berlalu. Entah kenapa aku suka sekali mengingat masa-masa itu. Ketika aku melihatmu dari kejauhan. Saat kau berbincang dengan teman-temanmu yang notabene aku kenal juga. Ditambah sungguh beruntung aku mengetahui kau juga melihatku. Bukan sekilas, tapi sejak saat itu mata kita saling bertatap dalam diam. Reflek senyum berbuah manis di bibirku. Pun bibirmu. Di saat yang sama, kita berdua beradu di atas kekuatan masing-masing. Kau dengan prinsipmu, aku dengan idealismeku. Ruang-ruang dan koridor menjadi sa

Refleksi

Hari ke-366 dari total 366 hari dalam tahun 2020. Apa yang terjadi selama ratusan hari ke belakang? Ah, seperti yang sering tertera di media sosial, 2020 menjadi tahun yang berat. Tak sedikit orang mengukut pandemi covid. Tren 2020 selalu penuh dengan covid, covid, dan covid.  Siapa setuju dengan pendapat bahwa manusia memiliki jalan masing-masing? Bagi sebagian besar pasti setuju. Sama halnya dengan saya. Tidak pernah saya menyangkal opini tersebut. Lalu apa hubungannya dengan tahun penuh tikungan tajam ini?  Bagi sebagian orang 2020 menjadi tahun penuh kehilangan. Pekerjaan, teman, bahkan keluarga. Berbagai sektor terkena dampak pandemi. Dapat dibaca di berbagai sumber mengatakan bisnis-bisnis gulung tikar. Tidak hanya pemilik bisnis merugi, karyawannya juga pasti merasakan hal sama.  Di sisi lain, ada beberapa orang yang mendapat kebahagian tak terduga di tahun 2020. Karir, relasi, koneksi, satu persatu keinginan terwujud. Seistimewa dianugerahi kesehatan hingga mampu melewati tanta