Senja kembali datang. Tak lama kemudian ia kembali pergi. Esok berulang lagi. Namun tak bosan aku menyambutnya. Selalu ada secangkir kopi di tengah jumpa dengannya. Sampai langit menjadi gelap, aku enggan beranjak. Sampai tinggal ampas yang terendap. Seperti rindu yang masih tak mau lepas. Warna langit di ujung sana masih memukau. Indah memanjakan mata. Tak heran banyak pujangga mengagungkan sang jingga. Pesonanya tiada dua. Satu warna melekat di dada. Dengan mengelilingi sebuah bola siap tenggelam itu mengingatkanku tentang sepasang bola mata yang tak ingin kulepas. Sinar matanya memburuku hingga petang. Sebelum esok jumpa, diamnya cukup kuartikan lewat pandangnya. Kuiringi senja kali ini dengan sepotong kue manis bikinan bunda. Tentu saja kopi tak pernah lupa. Aku memilih diam menikmati hidangan. Manis, pahit. Seperti mata uang, hidup punya dua sisi yang akan selalu berdampingan. Manis, ketika apa yang aku mau ada di depan mata. Pahit, begitu nyatanya adalah sebaliknya. Manis pula
Call Me A Dreamer Cause With My Dream, I Can Reach The Stars