Hai kamu. Sudah tidur? Sudah malam. Apa yang kamu lakukan sekarang? Kenapa belum terpejam? Apa yang kau pikirkan? Hati mana yang sedang kau ingin singgahi? Adakah aku di antara renungmu? Masih hangatkah kopi yang sedari tadi tersaji di meja makanmu?
Mengapa engkau tak kunjung tidur? Apa engkau lelah? Kau menangis? Ataukah kau sakit?
Aku terus menatapmu. Dalam heningku dunia terisi atas namamu. Di depanku kau buatku membeku. Tanpamu duniaku benar-benar ngilu.
Pertemuan denganmu begitu singkat. Tak butuh waktu isyaratkan rindu. Sendu bergurau di setiap senja. Mengadu pada semesta raya bahwa kopiku tersaji kepadamu. Meski belum ada kesempatan duduk berdua, dunia tahu betapa agung cinta bergema.
Alam raya seisinya paham betul isi kepala seorang perindu. Akan dilakukanlah segalanya demi sekejap senyuman penuh makna dari yang tercinta. Dingin malam tak akan sanggup melumat hangat jiwanya. Terik surya seketika buta akibat kesungguhannya. Dan bulan, tinggallah saksi riuh malamnya akan nestapa bahwa rindunya yang fana.
Kasih, pejamkan matamu sekarang. Aku tahu kau lelah. Aku mengerti kegelisahanmu. Aku mendengar diammu. Tetaplah menghadapku. Kupegang tanganmu. Kuhapus air matamu. Bersandarlah. Esok saat kau bangun, ingatlah bahwa ada seseorang yang akan menjagamu. Meneduhkanmu dari matahari, memayungimu dari durjaman hujan, serta menopangmu ketika kau terjatuh. Saat itu, di kemudiannya, akan kupastikan kita berada di puncak semesta. Kita bangun istana ada padanya. Tertawalah di antara berisik mereka. Kita akan menang.
Comments
Post a Comment