Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2016

Incip-Incip Rasa

Mulai rindu Memikirkanmu Kau memenuhi ruang kepalaku Selalu engkau, engkau dan engkau Kau berhasil mengambil segalaku Selamat! Sekarang apa? Kau pergi? Sesederhana itu? Cinta yang dulunya kupikir melahirkan kebebasan Salah! Cinta datang dengan sakit yang ia sembunyikan Hingga waktu menjawab Sakit itu akan meluap murka Mati

Sajak di antara Malam

Ketika merindumu menjadi sebuah keharusan, melihat senyummu adalah sebuah kenikmatan dalam kepasrahan. Aku pasrah dalam perasaan. Senja yang kau buat begitu jingga. Embun yang kau cipta begitu legam tak bersuara. Fajar mengiringinya, menyambut debaran hati kala akan berjumpa. Biarlah alam berbicara. Tentang kita. Tentang aku dan engkau. Tentang kisah yang baru saja kita rangkai. Perihal makna menunggu dan merindu. Kepada malam, mereka menggema. Di antara angin mereka bersua. Dalam mimpi, yang tak ingin mereka jadikan nyata.

Mimpi

Senyummu adalah dinding pemisah antara mimpi dan hidupku. Kehadiranmu adalah mimpi yang menjadikanku nyata. Bertemu denganmu adalah imaji yang menggerogoti palung hati. Memilikimu... Seperti mimpi yang tak mau kulepas pergi. Bahkan sampai hidup ini berhenti. Pada satu titik yang kusebut mati. ~ Semarang, 17 Mei 2016 Pada dini hari yang dingin. Sedingin sikapku padamu.

Sang Juara

Sepakbola, salah satu olah raga yang aku gemari. Bukan hanya menonton, bermain pun aku suka. Dulu. Sekarang karena tak ada kawan, cukup jadi penikmat saja. Dalam dunia sepak bola, FC Barcelona menjadi tim favoritku. Kebetulan hampir semua anggota keluarga besar mendukung tim yang sama. Kami memang sehati ya? Tidak hanya sepak bola, politik juga. Cukup untuk politiknya, kita fokus ke dunia si kulit bundar. Sabtu, 14 Mei 2016 pukul 22.00 menjadi waktu yang mendebarkan. Pasalnya, FC Barcelona akan melawan Granada sebagai laga penentu juara La Liga. Di lain pihak ada Real Madrid yang menduduki posisi kedua klasemen dan hanya selisih 1 poin dari FC Barcelona yang akrab disebut Barça. Satu kesalahan, gelar akan raib. Dengan koneksi internet yang maju mundur, putus nyambung aku setia memandangi laptop untuk menonton laga penentu ini. Sambil sesekali melirik sebelah yang juga sedang berjuang. Acap kali aku berdoa aga mereka kalah saja. Wajar, fans selalu mendoakan yang terbaik untuk timnya

Cinta

Malam bergeming khitmat. Bulan gemintang tampak malu dalam balutan mega. Angin berhembus pelan membisik. Meracuni pori-pori. Mengendap ke ulu hati. Kau tahu apa yang ia isyaratkan? Ya, rindu. Di dalam hati ini ada kemelut abu-abu yang sedari tadi tiada pergi. Tanpa basa-basi ia hadir. Tanpa permisi ia mendapati seseorang sedang terjatuh. Seorang anak manusia yang terjatuh ke dalam jurang yang ia ciptakan sendiri. Dalam imaji. Kau, tahukah kau, di luar sana ada banyak gugusan bintang yang tak bisa kita lihat dengan mata telanjang. Di luar sana pula ada banyak badai menerjang murka. Tapi, apa kau tahu juga, di dalam sini, di tubuh ini, di jiwa ini, ada hati yang berkilau seperti gugusan bintang dan sedang dilanda badai bak murkanya langit. Tepat di sini, kau akan rasakan detak jantung yang beriringan dengan berapa kali aku sebut namamu. Akan kau dengar pula bisikan sendu pilunya rindu menderu. Sakit dan bahagia, itulah jatuh cinta. Dua hal berlawanan yang diciptakan oleh satu hal yang

Jatuh

Pagi datang merayu. Aku terjaga dalam lamunan. Tentang engkau yang membangunkanku semalam. Engkau yang mengisi kisahku. Sinar mentari perlahan menggeliat merajai. Menyilaukan. Oh tahukah ia bahwa aku sedang jatuh cinta? Sebuah cerita panjang yang belum aku tahu akhirnya. Kau datang dengan caramu. Dengan keunikanmu. Kau datang dan mengambil apa yang seharusnya tak kau ambil. Kau hadir begitu saja seperti senja. Datang, dan datang lagi tanpa diminta. Kini kau telah menjadi bagianku. Kau berhasil memenuhi isi kepalaku. Tahu kabarmu saja sudah membuatku bahagia, apalagi melihat kau tersenyum dan bahagia bersamaku. Mungkin saat ini aku adalah manusia paling beruntung di dunia. Aku beruntung mengenalmu. Aku beruntung merasa memilikimu. Saat kau bertanya hal apa yang paling aku takuti, aku jawab kehilangan. Saat itu aku mulai takut kehilanganmu. Aku takut jika semua ini akan berakhir. Walaupun aku tahu, semuanya pasti berakhir. Entah kapan. Aku belum siap kehilangan. Untukmu yang sekaran