Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2013

Cinta dan Matahari

Cinta datang seperti matahari. Pasti ada celah untuk membacanya. Tapi kedatangan matahari tak selamanya bisa dibaca. Terkadang ada mendung yang sengaja menutupinya. Seperti hati manusia, ketika dia sedang jatuh cinta, ada suatu hal yang berusaha menutupi perasaannya. Saat seseorang mulai merasakan jatuh cinta, pasti akan ada “mendung” dalam hatinya. Mendung itulah yang menutupi perasaannya. Cinta akhirnya memberontak. Sekuat apapun mendung, kekuatan cintalah yang akan menang. Begitu kalimat aku dengar di dongeng. Yah, hidup ini bukan dongeng. Hidup ini adalah kenyataan yang harus dihadapi, bukan dihindari. Saat manusia menyadari kehadiran mendung, dia akan merasakan kebimbangan (kata anak muda sekarang galau). Bimbang apakah dia bisa menembus mendung atau tidak. Jika iya, dia akan bersama sang cinta. Tapi jika tidak, cinta tidak akan diraihnya. Pada akhirnya manusia itu hanya terjebak dalam pepatah cinta tak terbalas. Ini hanya sebuah perumpamaan. Tidak banyak yang membenarkan

Sahabat di Hati

Saat ku goreskan tinta merah Di atas lembaran kertas putih Beberapa di antaranya ku lihat namamu Dengan tulisan rancu tanpa arti Aku hanya titipkan kata rindu untukmu Aku berdiri tanpa arah Aku pandangi langit nan kelabu Terlintas bayang semu Yang saat ku bertanya siapa itu Ternyata engkau, sahabatku Rasa rindu ini telah terobati Meski hanya sekejap Sahabat Tak kan pernah lekang oleh waktu

Satu Hati

Kenapa Tuhan hanya memberiku satu hati? Jikalau aku diberi hati dua akan ku gunakan hatiku yg satu untuk mencintaimu tapi tak apalah Tuhan hanya memberiku satu hati karena dengan hati ini aku bisa mencintaimu.. Seutuhnya. . .

Tentang Rindu

Rindu adalah tali yang tak pernah putus Merentang di tiang hati, di tiang mimpi Kadangkala di singgahi burung yang mengelakkan kabut Pada pagi dingin yang mengaburkan sinar matahari Rindu adalah tiang yang tak pernah tumbang Tegak dilorong kehidupan, disepanjang labuh usia Di situ tergantung lampu kenangan dan ingatan Biarpun hari semakin tua dan kelam sudah bermula Rindu adalah lorong yang tak pernah tertutup Dari musim ke musim ia menjadi laluan Pengembara yang mencari cintanya yang hilang Di situ rumput yang telah lama bertukar warna Bunga dan daun silih berganti segar dan kuncup Rindu adalah musim yang tak pernah tentram Resah datang gelisah berulang mengusik nasib Hanya dzikir dan do'a menjadi penawar mereda pedih dan sakit Dan sesekali puisi menjadi nyanyian yang mengharukan Dalam senyap air mata perlahan-lahan menitik

Manis yang Pudar

Ketika cinta menjadi kata manis di antara dua orang yang diam-diam saling menyakiti. Apalah arti kata cinta bila hanya terucap di bibir Bukankah cinta datang untuk membawa kedamaian? Tapi kenapa yang terjadi adalah sebaliknya? Ataukah ini hanya ulah manusia yang selalu menyalahkan cinta? Betapa kasihan sungguh cinta Menjadi murka ketika manusia telah menggenggamnya Menjadi indah ketika bibir mengucapnya Cinta, Masihkah engkau mau hadir dalam kehidupan kami? Agungnya engkau telah musnah oleh manusia Engkau hanya jadi pemanis belaka Hai Cinta, Masih sudikah engkau menyayangi manusia? Sungguh, kasihan...

Curug Sewu

Pernah dengar Curug Sewu? Ya, curug artinya air terjun. Curug Sewu terletak di kota Kendal, dekat dengan Batang, tempatku KKN. Kali ini Curug Sewu menjadi saksi bisu persahabatan kami. 8 anak muda yang terjebak dalam rasa kebersamaan. Banyak hal yang kami lewati bersama-sama. Tertawa, bercanda, berperang pun pernah. Sungguh 45 hari yang melelahkan. Sesungguhnya di balik rasa lelah itulah tersimpan banyak kenangan. Sampai Curug Sewu. Parkir motor, foto dulu ^^ (Dari kiri ke kanan: Yoga, Prima, Jijah, Fitri, Wiji, Candra) Can, lihat kamera dong!! Hhe kayak kakak adek :( Kalau ini Mas Eko dan gadhanya Kayak bapak dan anak Duh jalan aja pake saingan sama ibu-ibu Sebenernya personilnya kurang satu, Pak Boss. Ape lu!! "Sayang, sedang apa kau di sana?" Rocker muslimah :D Fitri: Mas, jangan pegang-pegang dong! Mas Eko: Pssstt kita lagi difoto tuh. Yoga: Apa sih!? Break dulu, sebelum menuruni anak tangga yang aduhai. Lela