Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2017

Surat tentang Luka

Untuk kamu, seseorang yang sangat aku cintai. Seseorang yang pernah menjatuhkanku ke dalam jurang tergelap di hidupku. Lubang yang sengaja aku gali bernama jatuh cinta. Engkau yang tak hentinya menjadi sebab di antara tawa dan air mata. Kau yang sampai detik ini masih sebagai inspirasi dalam sajak. Kau yang telah lama tak kutemui. Kau tahu, aku menyayangimu utuh. Telah kau dapati aku yang berkali-kali kembali padamu tanpa peduli berapa kali hati ini merasa tersakiti. Semua peluh yang tumpah seakan membeku oleh waktu. Terhapus sementara oleh cerita tawa tentang kita. Kau yang aku sayangi, lihatlah orang yang mencintaimu ini. Lihatlah dengan mata hatimu. Pandang ia lekat-lekat. Tidakkah kau merasakan luka yang kau benamkan di ulu hatinya? Apakah kau melihat matanya membengkak bekas menangis semalaman? Mengertikah engkau akan derita yang ia rasa ketika ia jatuh bertubi-tubi karena mencintaimu? Sayatan lukanya membekas. Nestapa telah kau goreskan dengan tinta yang sama. Sayang, orang ya

Secangkir Salam dari Sang Perindu

Malamku di kota kelahiran. Kota tempat aku mengenal segalanya. Kota penting yang sebaliknya justru jarang aku tinggali. Lebih banyak aku habiskan waktu di kota orang. Di kota rantau itulah aku menemukan beberapa arti hidup yang banyak aku baca dari buku. Ingin aku ceritakan sepenggal kisah di kota itu. Satu cerita yang sebenarnya ingin aku hapus. Tapi semakin ingin aku menghapusnya, semakin tersiksa aku dibuatnya. Dunia tak mampu membaca betapa lara air mata jatuh terbuang sia-sia. Tak ada yang tahu. Tak usah. ~ Bumi Kartini, 8 September 2017 ketika rindu benar menggebu kepada yang entah dimana.

Tentangmu yang Masih Melekat

Terkadang aku merindukanmu. Terkadang aku berpikir mampu tanpamu. Terkadang pula aku rela menunggu betapa gundah ini ingin terobati. Bagaimana denganmu? Tidakkah kau miliki rasa yang sama? Atau hanya aku yang bertanya-tanya? Darimana aku tahu jawabnya? Cinta yang kurasa kemarin masih melekat sempurna. Ia tak kurang suatu apa. Ia masih setia menemani hingga tua. Ia masih menyebutkan nama yang sama. Senja miliknya selalu merindu orang yang sama. Tak perlu disebutkan siapa, dunia mengetahuinya. Pun engkau, sang pemilik segalanya. Lihatlah senja di tempat yang dulu pernah kita datangi berdua. Masih sama bukan? Cerita tentangmu ada disana. Telah kutulis tepat pada nadi yang menyala. Goreslah nadi itu, temukan darah merah mengembara. Di dalamnya ada engkau. Tentangmu yang mampu merubah segalaku. Denganmu yang membuat hidup jauh lebih hidup.