Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2019

Tuhan, Aku Ingin Sembuh

Malam ini hujan datang dengan rindunya. Selimut bergambar lucu milikku menggoda ingin aku menjelajahinya. Suara hujan di depan jendela memintaku mendengarkannya. Seolah ada pesan kepada hati yang memendam segalanya. Seperti pasangan pada umumnya, kukirim pesan untuk yang tercinta. Sedikit aroma agar romansa tetap berjalan tanpa adanya curiga. Balasan ala kadarnya kuterima. Lalu kubalas lagi dan hanya dibaca. Suara lirih radio kuperdengarkan sedari senja. Laptop kubiarkan menyala mempertunjukkan serial drama lama. Kurebahkan raga di tengah hujan yang belum reda. Seketika semua luka kembali basah seenaknya. Belum sembuh memang, namun setidaknya ia perlahan memudar. Ternyata berbeda dengan yang kuduga. Duka itu benar adanya. Ia tertawa di atas derai air mata, merajai segalanya. Sesak yang sungguh tiada habisnya. Aku bisa pergi darinya, tapi untuk mencintai seseorang yang baru, kurasa aku belum bisa. Mungkin itu sebabnya kami kembali bersama. Aku senang melihatnya tertawa. Saat itu pul

Merayakan Luka

Masih sama seperti malam-malam biasanya, terbangun dan terjaga di jam ini adalah candu. Di sela tidur damaiku, aku harus berperang melawan semua sesak masa lalu. Tanpa aba-aba mereka datang begitu saja. Seketika damaiku musnah. Aku ingin tenang, sungguh. Akan sulit sepertinya jika begini adanya. Terus hidup dalam luka yang tak kutahu kapan sembuhnya. Seketika air mata mengalir membasuh sesak di dada. Duka masih tertawa di atas segalanya. Bahkan senyuman ini nampak palsu di depan nestapa. Ketika kau mencintai seseorang, kau akan menanggung risiko kebencian. Begitu kutipan salah satu tokoh anime kesukaan. Kurasa itu benar. Dalam mencintai sering kita dihadapkan dengan rasa benci. Membenci kita yang semakin menjauhi logika, membenci dunia yang selalu menyembunyikan tanda tanya tentangnya, hingga membenci orang tercinta. Percayakah? Aku pernah mencintai seseorang. Ya, pernah. Sering dia bilang cintanya begitu tulus padaku. Saat itu. Begitu berwarna dunia, senjaku tak hanya indah di depa

Pada Akhirnya Kau Kembali

Pagi hari. Mungkin aku bukan orang pertama yang ucapkan selamat tahun baru untukmu. Perlukah itu? Menyambut awal baru, aku ingin mendampingimu. Berdua denganmu tanpa ada masa lalu. Dengan hati yang benarbenar baru. Sebab menerimamu bukan berarti siap menerima romansa ceritamu. Jauh di dalam raga ini masih ada luka yang belum terobati. Kau pasti tahu betul bagaimana terciptanya. Bagaimana bisa duka itu begitu lara. Ia singgah dan menetap entah berapa lama. Lama tak bersua, kau hadir membuka kisah lama. Aku ingin biasa saja. Ternyata aku tidak bisa. Aku belum bisa biasa saja di depanmu. Selalu ada celah kau masuk ke dalam hatiku. Tak peduli berapa lama kau pergi. Kau selalu tahu cara kembali. Kita. Kembali menjadi kita adalah pilihan yang begitu berat. Aku tertawa bersamamu sambil mengenang perihnya nestapa. Aku berharap selamanya kau bersamaku sambil sesak dada mengingat tangis yang mengiris. Ada duka di balik tawa. Luka bersembunyi di belakang canda. Setiap kata demi kata bahagia,