Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Yang Belum Siap Menerima Segalanya

Sampai detik ini aku masih mengenangmu. Genggam tanganmu yang membuatku tegar. Tatap matamu yang meneduhkan. Senyummu yang menyemangatiku ketika aku akan jatuh. Semuanya begitu manis di ingatan. Apakah kau masih mengingat ketika kita bersama? Pernah kita hanya duduk berdua tanpa melakukan apa-apa. Kita hanya disibukkan dengan pikiran masing-masing. Kita hanya saling tatap, tak bersuara. Masih jelas tertanam di sini, bagaimana mata manjamu memandangku. Ingin kuhapus semua itu tapi aku tak bisa. Sejauh ini aku masih terpenjara padamu. Aku lelah. Aku gagal melangkah. Aku pernah mencintai seseorang. Sangat mencintainya. Karenanya aku tak bisa mengutarakan rasa di depannya. Saat aku melihat betapa orang di luar sana dengan mudahnya berkata cinta, kenapa aku tak bisa. Kata-kata cinta hanya menggema di dada. Mencabik seluruh organ tubuh. Sesak. Sesak yang tak terungkap. Maafkan aku yang tak pernah bilang cinta atau sayang kepadamu. Kau boleh menyebutku pengecut yang hanya mampu bicara me

Elegi Malam Hari

Malam ini di bawah langit tak berbintang kutengadahkan kepala. Kupandang lemat kelamnya. Ada beberapa corak abu-abu pertanda air akan berjatuhan. Dingin tak terhingga seakan merobek hati yang sudah patah dan rusak. Semilir angin menghembuskan nafas isak sesak di dada. Embun kecil menemani air mata yang pelan mengalun. Sebuah elegi malam hari untuk yang sedang berduka. Beristirahatlah hati. Damaikan dirimu.

Luka yang Kembali Datang

Aku terbangun. Terjaga di kala seperti ini memang tidak mengenakkan. Di sisi lain aku memang butuh tidur untuk esok. Bukan hanya butuh tidur, aku hanya tak mau sekelebatan kenangan tentangmu muncul. Bahkan tahukah kau, jauh sebelum aku menulis ini, bayangmu telah muncul begitu saja. Manis. Tapi juga sesak. Aku mengenangmu. Aku ingat beberapa hari lalu aku jatuh cinta kepadamu. Kau tahu, aku mencintaimu. Aku menyayangimu. Egokah aku bila aku menginginkan dirimu menjadi milikku seorang? Berlebihankah aku bila aku selalu dipenuhi rasa cemburu setiap kau dekat dengan seseorang? Salahkah aku bila aku memaksakan komunikasi kita yang tiada henti? Kau yang bilang aku mengekang, maaf aku membantah. Mungkin ini hanya takut kehilangan. Kau menyebutku keras. Memang. Karena aku tak pernah bercanda soal hati. Aku berprinsip, kalau kau telah memilihku, kau adalah milikku. Sebaliknya, aku pun milikmu. Setelah itu, baru kita gunakan komitmen. Di antara kenangan-kenangan manis itu ada hal buruk yang i

Tentang Pagi yang Bertema Kehilangan

Kuawali hari dengan melihat sebentar foto dirimu. Tak terasa peluh basah seketika. Kutatap lekat bola matamu, senyummu, semua mengingatkanku akan masa itu. Hari dimana aku jatuh cinta padamu. Hari sewaktu kita bahagia. Tak jarang ada sedikit perdebatan, itu wajar. Kau marah, atau aku juga. Aku tersenyum sendiri mengingatnya. Kenangan bersamamu entah kapan aku bisa melupakannya. Entah aku bisa beranjak pergi atau hanya berada di satu titik menjemukan seperti sekarang. Aku belum berani melangkah. Aku bertanya pada diriku sendiri, dimana aku yang dulu. Aku yang sebelum kau hadir. Aku yang tak pernah selemah ini. Hariku sekarang begitu kosong. Berangkat kerja, tak ada semangat. Pulang kembali ke kos. Sesekali pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Melihat senja misalnya atau pergi ke toko buku. Sampai di kos, aku terdiam. Waktu paling menakutkan sekarang adalah ketika aku terdiam karena semua memori tentangmu selalu berdatangan. Aku tak memintanya. Mereka datang begitu saja tanpa p

Sepucuk Surat untuk Hati yang Kelu

Senja hari ini masih tentang hujan. Hujan yang mengingatkanku tentang luka kala itu. Kenapa hujan datang bersamaan? Mungkin karena ia tahu, air tak boleh jatuh sendirian. Ia menjadi teman dari air yang jatuh di sudut mata. Air yang hadir karena... Ah sudahlah. Hujan seolah bicara kepada hati. Ia melihat hati yang sendirian, bermandikan pilu di bawahnya, bercucuran pedih, hancur. Kasihan, pikirnya. Apa yang dapat dilakukan hujan agar hati kembali tersenyum? Tak ada. Hati tak semudah itu tersenyum sekarang. Ia sedang tidak seperti dulu. Ia sedang terluka. Luka yang memaksanya membatu. Entah hati bisa kembali seperti sedia kala atau ia akan buta. Tidak menutup kemungkinan, ia akan menjadi batu selamanya. Tak percaya akan cinta. Trauma yang dialaminya seakan merobek semuanya menjadi kepingan abu. Tak berguna. Kepada sepotong hati yang tersisa, kepadamu aku berkata maaf. Maafkan aku tak mampu merawatmu sebagaimana engkau pernah mencinta mati-matian kepada seseorang. Aku tak bisa membuatmu

Bunuh Diri Pelan-Pelan

Kembali aku menjalin hubungan denganmu, aku masih hilang arah. Apa yang kau sembunyikan dariku? Aku tidak menemukan engkau yang kemarin. Kau berbeda. Kucoba menahan diri, tapi aku tak bisa. Benakku selalu terbesit pikiran-pikiran curiga tentangmu. Apa yang kau lakukan, dengan siapa kau berada, dan lebih takut lagi aku hancur untuk kesekian kalinya. Tidak porsiku memang berpikir demikian, mungkin aku yang mencintaimu mati-matian. Atau mungkin ini hanya sisa rasa dari luka yang masih menganga. Ternyata benar, aku bukan tipe orang yang mudah berdamai dengan masa lalu. Aku bukan orang yang mudah memaafkan. Sekali dikecewakan, sulit bagiku menerima semuanya. Bahkan tak jarang ada dendam terpendam. Tentu aku tidak akan balas dendam seperti kebanyakan aksi film. Kau ingin tahu cara balas dendamku? Balas dendam termanis adalah dengan menunjukkan kepadamu bahwa kau telah salah sesalah-salahnya tidak memilihku. Aku yang memendam dendam sendirian, tak pernah bisa mengungkapkan. Amarah yang k

Dan Aku Kembali

Sekian aku terjatuh ke dalam kamu. Aku jatuh cinta padamu. Aku utuh masuk ke dalam semua darimu. Kau telah menjelma seperti khayalan. Kau impian dalam kenyataan. Kaulah segalanya. Segalanya ada di dirimu, termasuk aku. Aku yang jatuh. Aku yang kacau. Aku yang tak tahu kemana harus melangkah. Sekarang yang aku tahu hanyalah jalan pulang, yaitu kepadamu. Mencintaimu tidaklah mudah. Cinta kita terlalu banyak rintangan. Aku tahu. Bahkan ini terkesan mustahil diabadikan. Tapi ingatlah aku akan menjagamu semampuku, sampai kita menjadi masing-masing. Walaupun jauh dari lubuk hati aku tak ingin bermaksud demikian, aku ingin menjadikanmu selamanya. Aku ingin kau menjadi yang terakhir dalam pencarianku. Pun sebaliknya, meski aku bukan pertama yang singgah di sana, aku ingin menjadi yang terakhir untukmu. Tanpa pilihan dan tanpa siapa-siapa. Aku mempertahankanmu, memperjuangkanmu sejauh ini semata karena aku telah buta. Kau telah membutakanku. Aku menikmati kebutaan itu. Aku menikmati ja

Emak, Akhirnya Anakmu Wisuda!

Foto-foto ini ingin aku unggah lama. Tapi sepertinya selalu lupa. Dini hari ini aku mengingatnya. Mumpung wifi masih menyala, mari saja berkelana dengan masa. Wisuda!

Anggap Saja Ini adalah Pelajaran Berharga

Menjelang senja kali ini aku ditemani hujan. Kenapa hujan turun di saat seperti ini? Kenapa hujan turun bersamaan dengan air mata? Mungkin ini salah satu cara agar kau tak tahu aku sedang menangis. Biarlah aku berjalan di bawah hujan. Di antara sela butir hujan yang jatuh membasahi peluh. Di antara bulir air mata yang ikut hanyut terbawanya. Tak usah kau tahu aku sedang menangis. Biar aku dan hujan yang tahu betapa pedih luka yang kau goreskan. Baru kali ini aku takut akan hujan. Dentum rinainya yang jatuh seakan memukuliku. Mengingatkan aku akan pukulan telak yang kau layangkan padaku beberapa hari lalu. Aku telah kalah. Aku tak bisa bangkit sekarang. Bagai hujan, kau menenggelamkanku. Bagai gemericik suara hujan, perbincangan kita malam itu sungguh menggetarkan hati. Sesak. Tidakkah kau merasa sesakit ini? Atau aku yang berlebihan? Entah. Kau merindukanku? Aku pun iya. Tapi aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku ingin melepasmu tapi aku belum bisa. Apa aku harus memili

Hati yang Mengagungkanmu Kini Mati Kau Bunuh

Engkau. Tulisanku kali ini masih bertemakan engkau. Semenjak perkenalan kita, beberapa tulisan disini bermuara darimu. Karena aku tak punya inspirasi lain. Aku hanya punya engkau. Kau masih mengingatku? Apa kau masih mengenalku? Aku, adalah seorang yang pernah kau buat jatuh sejatuh-jatuhnya di pelukmu. Aku adalah orang yang kau ajari bagaimana mencinta. Aku, orang yang kau tenggelamkan dalam imaji ketulusan. Tidak adakah orang lain yang mampu merubahku seperti ini selain engkau. Tak ingin berlama-lama, aku hanya ingin ucapkan terima kasih. Terima kasih atas segalanya. Terima kasih telah mengajarkan cinta. Terima kasih pula untuk patah hati yang sepatah-patahnya. Patah yang sakit. Luka. Permainanmu halus. Yang katanya kau menjaga komitmen, kau jaga janji, mana buktinya? Yang kau bilang aku spesial, apa ini caramu memperlakukanku sebagai orang yang kau spesialkan? Dengan membuatku sakit? Dengan membuatku jatuh? Dengan membunuhku? Seenaknya saja kau bilang kau baru tahu dia

Luka yang Basah, Aku Ingin Sembuh

Kau sudah mengecewakanku. Tak sepantasnya kau muncul kembali dengan kenaifanmu. Berkemaslah. Biarkan aku memendam kecewaku sendirian. Tak usah kau campuri hidupku. Tak usah kau kembali ke hadapanku. Hatiku telah kau patahkan. Sungguh jatuh yang dalam. Aku tak akan menyalahkanmu. Aku hanya membencimu. Tenang saja, ini hanya perasaan sesaat. Mungkin beberapa hari lagi atau dalam hitungan bulan, tahun, entah, benci itu bisa luntur seperti cinta yang kau paksa lenyap. Atau mungkin selamanya aku tak bisa memaafkanmu. Mungkin saja. Itu semua butuh waktu dan kerja keras. Apa aku menyesal? Tentu tidak. Aku telah merasakan jatuh cinta. Karena terlalu dalamnya, aku kehilangan diriku. Diriku yang dulu tak pernah peduli soal cinta, pernah kau buat gila akan ia. Aku yang dulu dikenal sebagai manusia tak berhati, karena mengenalmu aku dengan berbagai kesungguhan dan ketulusan. Kau telah merubah segalaku. Sifat, sikap, sudut pandang akan cinta, mimpi, semuanya diam-diam kau bangun di atas se

Sang Penyihir

Mencintai kamu sepenuh yang aku bisa. Menyayangi kamu seutuhnya. Menjagamu sekuat aku tegar. Menghormatimu selayaknya engkau adalah masa depan. Kau telah merebut segalanya. Kau curi perlahan mataku, hatiku, waktuku, bahagiaku, hampir semuanya telah kau ambil. Hampir setiap detik waktu berjalan aku tak mampu berpaling. Semua bagian tubuh hanya menghadapmu. Bagaimana caramu memperlakukan aku seperti ini? Sebelumnya, tak ada yang membuatku sebegini jatuhnya. Tapi kau berbeda. Sihir apa yang kau lakukan padaku? Bahkan sepertinya aku sengaja berjalan tanpa lentera agar tersesat di hatimu. Awal aku mengenalmu, tak ada yang istimewa. Semua terasa biasa saja sampai aku menyadari ada cemburu diam-diam menyelinap. Kenapa aku cemburu, pikirku. Jelas aku bukan siapa-siapa. Sama halnya denganmu. Tapi aku tak bisa berbohong. Hatiku merasakan sesuatu. Seperti ada getaran, gemuruh dan hujan setiap kali kau bercerita tentang kau dan lika-liku harimu. Aku tak tahu rasa macam apa itu. Aku berpikir a

Pesan Singkat Seorang Melarat

Tentang Rasa yang Berujung

Menyayangimu adalah hal terindah bagi duniaku. Tapi kadang semua rasa itu tak jauh dari sakit yang menderu. Didera cemburu, aku bermalam pilu. Yang kau bisik percayakan semua padamu, bagaimana bisa aku lakukan itu? Aku percaya padamu. Perasaanku tak ingin aku berakhir dengan air mata. Karena menjaga komitmen dan perasaan itu masih aku butuhkan. Tidak melepas kemungkinan bahwa orang yang dicintai esok akan menjadi orang yang dibenci. Entah karena dia melukai. Yang pasti karena keterlibatan dalam sebuah hubungan, anyaman rasa bak lingkaran tak berujung yang tiba-tiba dipatahkan dengan kekecewaan. Patah hati memang hebat. Merubah segalanya menjadi bertolakbelakang. Siapa di dunia ini yang menginginkan itu? Sudah beberapa malam terakhir ini aku menemukan sesuatu yang hilang. Hilangnya malamku sebelumnya. Hilangnya kerlip bintang di tengah kelam. Hilangnya redup rembulan berhias senyuman. Hilangnya sebuah kepercayaan yang dibangun dari sebuah komitmen. Kau tahu arti komitmen? Kau tahu art

Teruntuk yang Terpilu

Telah kau tanam apa yang tidak aku tanam. Ini sudah mengakar. Bahkan ia telah tumbuh. Ia tumbuh begitu kuat, rindang, lebat, dan sejuk. Di antara beberapa yang ditanam orang lain, ia yang terhebat. Ia menunjukkan kekuatan akan kasih dan kepercayaan. Sebuah pondasi menjalin hubungan. Lalu sebegitu mudahkah kau goyahkan? Sesederhana itu kau akan memangkasnya? Seringan kau minta aku meninggalkanmu begitu saja? Kau bercanda? Aku tak pernah bercanda soal hati. Mungkin kau bosan dengan itu. Aku tidak sedang membuat lelucon. Kau yang sering berkata bahwa kita berbeda. Kita berbeda dari yang lain. Apa peduliku? Ketika kuminta kau memilih bertahan atau sudah... Kau ingat? Kau pilih bertahan. Aku berharap kau memilih itu. Dan sampai detik ini aku masih mempertahankan kata kita. Sampai hari ini aku memperjuangkanmu. Aku percaya padamu. Tahukah kau, rasanya kandas? Patah. Sakit. Mungkin benar, risiko mencintai seseorang di luar jangkauan adalah patah dan sakit. Kau, yang kini masih bisa kujangka

Untuk Kamu yang Terpuja

Aku menyayangimu, utuh. Aku percaya padamu, utuh. Aku bersamamu, utuh. Aku, kamu. Baru kali ini aku sangat terjatuh dalam peluk seseorang. Seseorang yang tak pernah kubayangkan hadir. Seseorang yang ternyata mampu melabuhkan hatiku padanya. Seseorang yang entah datang darimana dan bagaimana ia bisa membuatku sebegini jatuhnya. Seseorang itu, ia yang sekarang sedang bersamaku. Ia yang mengisi hari dan hatiku. Ia yang menjadi sebab akan rindu. Kamu. Seraya aku tak mampu berkata "Aku sayang kamu", aku tetap menyelami matanya. Kulihat lekat-lekat kelam bola matanya. Aku tak berkata apa-apa. Aku hanya menikmati pemandangannya. Karena, sebanyak apa bibir berkata, ada satu bagian tubuh yang bicara lebih banyak makna yaitu mata. Aku suka matanya. Mata yang mampu membuat waktuku beku. Mata yang memaksaku memandangnya sampai aku tak pernah bosan. Mata yang menjadi sebab akan rindu. Ialah mata kamu. Kamu. Kamu. Bagai sepercik air di gemuruh padang pasir, engkau sejukkan kosongnya kal

Ilusi Minggu Malam

Kamu tahu, ada begitu banyak manusia sudah tidak lagi bertingkah seperti manusia. Manusia yang pandai menyakiti, yang bisa dengan mudahnya mengingkari janji, yang tidak peduli pada kebahagiaan selain kebahagiaan yang ia miliki. Dan melakukan semuanya tanpa merasa sedikitpun bersalah. ------------------------- Tidak ada putus cinta secara baik-baik. Bila memang harus berakhir, aku ingin mengakhirinya dengan bijaksana. ------------------------- Aku tidak mudah sedih oleh hal-hal rumit. Tapi aku terluka oleh hal-hal sederhana. Dilupakan misalnya.

Aku yang Tak Mampu Berbohong

Mencintaimu bukanlah hal mudah. Setiap saat bersamamu, aku menikmati momen menyenangkan itu. Di satu sisi, ketika aku sendirian, aku memikirkanmu. Banyak pikiran berkecamuk. Sulit sekali kurasa agar bisa merasa utuh denganmu. Tapi, tak bisa kubohongi hati ini yang membutuhkanmu. Hati yang lemah tanpa kehadiranmu. Hari yang hampa tanpa segala tentang kamu.

Tentang Hati yang Mengadu

Pada setiap kesempatan yang ada, aku jatuh cinta. Di setiap pertemuan kita, kau mengajariku bahagia karena cinta. Ada pula ketika kita tidak berjumpa, rindu begitu menyiksa. Tapi, memastikan dan mendapatimu baik-baik saja sudahlah melegakan. Kecewa, rasa yang pasti akan muncul kepada siapa saja. Terlalu sayang, kecewa datang. Terlalu cinta, kecewa membuta. Ketika kecewa datang, luntur sudah semua kepercayaan. Hanya tersisa dua pilihan: bertahan atau sudah. Jatuh cinta dan kecewa, dua hal yang dapat datang beriringan. Karena ketika merasakan kasih sayang, akan menanggung risiko kebencian. Sayang, rasa ini terlalu besar. Bahkan besar untuk aku yang tak pernah sejatuh ini pada cinta seseorang. Kau merubah segalanya. Kau buat aku tersenyum atau marah. Itulah kita. Harus ada senyum karena tujuan kita adalah untuk bahagia. Kadang butuh marah agar kita belajar menjadi pribadi dewasa. Lain dengan kecewa. Marah kita bisa obati dengan tawa dan permintaan maaf. Kecewa? Maaf saja tidak cukup.
Tak perlu memaksakan kebenaran untuk menjadi kebahagiaan. Kadang butuh ilusi agar bahagia.
Ada orang seperti ini. Hanya dirinya yang tahu bagaimana dia. Dalam sepi yang tidak berarti kesepian. Dalam diam yang tidak sepenuhnya hening.

Titipan Rindu

Aku bermalam disini. Di bawah langit kelam, di antara gugusan bintang, dibelai sepoi angin, dihibur bisikan namamu. Di sini, di tempat tertinggi aku bisa melihat bintang, aku menyebut namamu pelan. Angin pun tak kan mendengar. Terlalu pelan aku berbisik, sesak di dada. Sendiri aku menikmati malam. Di bawah pucat pasi rembulan. Di bawah bayang wajahmu. Aku tersipu. Beruntungnya aku merasa memilikimu. Waktu berpihak padaku untuk saat ini. Entah nanti. Bintang di atas sana curang sekali, Sayang. Seenaknya mereka tertawa tanpa peduli ada anak menderita di sini. Menderita. Derita luka yang bahagia. Sayang, kau percaya langit itu berbatas? Ataukah langit langsung terhubung ke surga, seperti di film-film kartun? Jika langit memang berbatas, ingin kutembus batasnya dan menemuimu. Memelukmu erat dan menceritakan kisah hidupku. Bagaimana aku hidup tanpamu. Tapi, kau tahu, aku akan lebih bahagia bila langit tak berbatas dan bisa menembus surga. Tanpa susah payah aku akan mencarimu. Aku akan m

Tentang Malam Ini

Langit malam ini cukup cerah. Sedikit berawan, tapi setidaknya aku bisa melihat kerlip gemintang. Bintang yang tahu bagaimana aku bercerita. Bintang yang tahu bagaimana aku bercengkerama. Bintang yang tahu bagaimana aku meneteskan air mata. Untuk malam ini. Angin berbisik pelan. Namamu ikut dibawanya. Pelan-pelan ia masuk dan mengiang. Menggema seenaknya di kepala. Kau datang kapan saja bersama berbagai bisik alam. Entah seberapa jauh aku mengenalmu, kau ada di setiap aku berada. Bukan kau, hanya tentang engkau. Malam ini cukup dingin untuk hati yang sedang hangat-hangatnya terjatuh di dalam cinta. Diiringi satu lagu yang sedang aku suka, 'Dia' dari Anji, malam ini berlalu. Melodi berbagai instrumennya membuat malamku pilu. Kau tahu, tentu karena mengingatmu. Setiap kutengadahkan kepala ke kelamnya langit, ada harapan terbesit. Harapan sederhana. Mungkin tiada artinya. Tapi, sesederhana apapun harapanku, akan terlihat istimewa jika itu tentang engkau dan terkabul pada engkau

Kamu dan Senjaku

Seperti senja, kau membuatku jatuh cinta berkali-kali. Rasa itu terus tumbuh. Seperti semburat jingga, ia membekas, merekah. Senyum yang hilang itu kutemukan lagi. Di jingga tadi, aku terbayang parasmu. Bisik angin bawakan senyum tawamu. Redup mentari tak seperti teduh matamu. Hanya saja semua tentangmu menjadu candu menggebu. Kau tahu, seperti senjaku. Syahdu sungguh senjaku hari ini. Setiap kali aku berpulang dari peraduan lelah, kutitipkan langkah kaki di tempat itu. Tempat biasa aku melihat sapaan matahari meninggalkan hari. Lelah terbayar dengan elok langit sore. Ia tak henti membuatku terpana. Aku jatuh cinta kepadanya, layaknya kepadamu. Kamu, maukah kamu menjadi senjaku yang selalu membuatku pulang menujumu? Maukah kamu menjadi senjaku yang menghapus pilu dan menjadi penenangku? Kamu. Senjaku.
Ada saatnya aku hanya ingin bersama angin, menceritakan segalanya, dan menitikkan air mata. - Ir. Soekarno -

Ulasan Rinduku

Rinduku kali ini sungguh menderu. Tak ada kata sanggup terucap. Tak ada air mata menghujan peluh. Bibir gemetar menahan gemanya. Tak gentar, rindu itu merekah. Ibu, aku rindu. Untukmu pula ayahku, yang tak dapat kugapai lewat waktu.
Mencintai seseorang bukan hanya senang ia ada di dekatku, tapi juga senang bisa menyesuaikan diri dengannya.

Seutas Rindu untuk Kamu

Kadang rindu menjadi pembunuh yang siap menerjang kapan saja. Ia melahirkan curiga. Ia mengalirkan pikiran-pikiran entah. Ia membunuh perasaan yang dipertahankan mati-matian. Ia membunuh orang yang jatuh cinta. Ia membunuh orang yang takut kehilangan. Merindukanmu bukanlah hal mudah. Aku harus menenangkan gejolak rindu yang sudah menggebu. Bagaimana jika aku berpikir yang tidak-tidak tentang engkau di sana? Apa aku juga akan membayangkan kau ingkar? Semua itu muncul karena rindu. Ia berhasil masuk dan memakan logika. Bagaimana kau menjalaninya di sana? Samakah? Sedang apa kau sekarang, dengan siapa, sudah makan, pertanyaan sederhana yang selalu menunggu jawaban. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Aku tak ingin melihatmu sakit, apalagi disakiti. Kepada jarak yang sedang memisahkah kita, aku minta jangan alirkan rindu berlebih. Sakit rindu bersendu. Bila rindu, jangan lahirkan perasaan-perasaan curiga berlebih yang bisa menghancurkan apa yang aku pertahankan. Memang aku ta
Karena pada akhirnya, yang membantu menyelesaikan masalah bukanlah otak, melainkan seseorang yang menggenggam tanganmu dan tak kan melepaskanmu.

Cerita sang Pecinta

Pendar jingga memberontak langit Merobek kelam selimut hati Ia masuk, memaksa, menunggu Kepada kekosongan ia hidup Di antara sesak ia menguap Rundung malam ia kejar tanpa lentera Semata agar tersesat di hati sang pujangga Petang mulai berkuasa Jingga perlahan memudar melepas Seorang yang jatuh cinta tetap menanti Saat senja datang dan pergi Kepada senja yang mengajarkannya arti menunggu dan merindu Dewi malam anggun menapaki angkasa Sinarnya lembut nan pucat Bintang bintang kecil bagai prajurit yang siap melindunginya Dengan berbagai rasi yang mereka bentuk, sempurnalah langit malam Seorang pecinta yang jatuh cinta masih diam Ia pandang kelam malam Ia temukan segugus bintang meraba matanya Indah... Terbayang wajah kekasih di ujung sana Menjelma sesak membalut dada

Tentang Diam

Merelakan adalah tugas terberat. Membiarkanmu bersama orang lain. Melihatmu melihat orang lain. Sakit dalam diam. Rasa sakit memang sederhana. Sesederhana ketika cinta muncul di hati. Bahkan karena terlalu sederhana, sakit itu dengan mudah termaafkan. Satu alasan, tak ingin kehilangan.

Incip-Incip Rasa

Mulai rindu Memikirkanmu Kau memenuhi ruang kepalaku Selalu engkau, engkau dan engkau Kau berhasil mengambil segalaku Selamat! Sekarang apa? Kau pergi? Sesederhana itu? Cinta yang dulunya kupikir melahirkan kebebasan Salah! Cinta datang dengan sakit yang ia sembunyikan Hingga waktu menjawab Sakit itu akan meluap murka Mati

Sajak di antara Malam

Ketika merindumu menjadi sebuah keharusan, melihat senyummu adalah sebuah kenikmatan dalam kepasrahan. Aku pasrah dalam perasaan. Senja yang kau buat begitu jingga. Embun yang kau cipta begitu legam tak bersuara. Fajar mengiringinya, menyambut debaran hati kala akan berjumpa. Biarlah alam berbicara. Tentang kita. Tentang aku dan engkau. Tentang kisah yang baru saja kita rangkai. Perihal makna menunggu dan merindu. Kepada malam, mereka menggema. Di antara angin mereka bersua. Dalam mimpi, yang tak ingin mereka jadikan nyata.

Mimpi

Senyummu adalah dinding pemisah antara mimpi dan hidupku. Kehadiranmu adalah mimpi yang menjadikanku nyata. Bertemu denganmu adalah imaji yang menggerogoti palung hati. Memilikimu... Seperti mimpi yang tak mau kulepas pergi. Bahkan sampai hidup ini berhenti. Pada satu titik yang kusebut mati. ~ Semarang, 17 Mei 2016 Pada dini hari yang dingin. Sedingin sikapku padamu.

Sang Juara

Sepakbola, salah satu olah raga yang aku gemari. Bukan hanya menonton, bermain pun aku suka. Dulu. Sekarang karena tak ada kawan, cukup jadi penikmat saja. Dalam dunia sepak bola, FC Barcelona menjadi tim favoritku. Kebetulan hampir semua anggota keluarga besar mendukung tim yang sama. Kami memang sehati ya? Tidak hanya sepak bola, politik juga. Cukup untuk politiknya, kita fokus ke dunia si kulit bundar. Sabtu, 14 Mei 2016 pukul 22.00 menjadi waktu yang mendebarkan. Pasalnya, FC Barcelona akan melawan Granada sebagai laga penentu juara La Liga. Di lain pihak ada Real Madrid yang menduduki posisi kedua klasemen dan hanya selisih 1 poin dari FC Barcelona yang akrab disebut Barça. Satu kesalahan, gelar akan raib. Dengan koneksi internet yang maju mundur, putus nyambung aku setia memandangi laptop untuk menonton laga penentu ini. Sambil sesekali melirik sebelah yang juga sedang berjuang. Acap kali aku berdoa aga mereka kalah saja. Wajar, fans selalu mendoakan yang terbaik untuk timnya

Cinta

Malam bergeming khitmat. Bulan gemintang tampak malu dalam balutan mega. Angin berhembus pelan membisik. Meracuni pori-pori. Mengendap ke ulu hati. Kau tahu apa yang ia isyaratkan? Ya, rindu. Di dalam hati ini ada kemelut abu-abu yang sedari tadi tiada pergi. Tanpa basa-basi ia hadir. Tanpa permisi ia mendapati seseorang sedang terjatuh. Seorang anak manusia yang terjatuh ke dalam jurang yang ia ciptakan sendiri. Dalam imaji. Kau, tahukah kau, di luar sana ada banyak gugusan bintang yang tak bisa kita lihat dengan mata telanjang. Di luar sana pula ada banyak badai menerjang murka. Tapi, apa kau tahu juga, di dalam sini, di tubuh ini, di jiwa ini, ada hati yang berkilau seperti gugusan bintang dan sedang dilanda badai bak murkanya langit. Tepat di sini, kau akan rasakan detak jantung yang beriringan dengan berapa kali aku sebut namamu. Akan kau dengar pula bisikan sendu pilunya rindu menderu. Sakit dan bahagia, itulah jatuh cinta. Dua hal berlawanan yang diciptakan oleh satu hal yang

Jatuh

Pagi datang merayu. Aku terjaga dalam lamunan. Tentang engkau yang membangunkanku semalam. Engkau yang mengisi kisahku. Sinar mentari perlahan menggeliat merajai. Menyilaukan. Oh tahukah ia bahwa aku sedang jatuh cinta? Sebuah cerita panjang yang belum aku tahu akhirnya. Kau datang dengan caramu. Dengan keunikanmu. Kau datang dan mengambil apa yang seharusnya tak kau ambil. Kau hadir begitu saja seperti senja. Datang, dan datang lagi tanpa diminta. Kini kau telah menjadi bagianku. Kau berhasil memenuhi isi kepalaku. Tahu kabarmu saja sudah membuatku bahagia, apalagi melihat kau tersenyum dan bahagia bersamaku. Mungkin saat ini aku adalah manusia paling beruntung di dunia. Aku beruntung mengenalmu. Aku beruntung merasa memilikimu. Saat kau bertanya hal apa yang paling aku takuti, aku jawab kehilangan. Saat itu aku mulai takut kehilanganmu. Aku takut jika semua ini akan berakhir. Walaupun aku tahu, semuanya pasti berakhir. Entah kapan. Aku belum siap kehilangan. Untukmu yang sekaran

Untukmu

Oleh-oleh siang hari sambil mandiin Si Betty, motor kesayangan.

Sahabat Terbaik

Persahabatanku dengan kenangan sangatlah dalam. Ketika aku ingin melepasnya, ia begitu larut. Ketika aku merindunya, ia siap dengan tangan terbuka. Aku mencumbunya. Ia begitu diam. Ia pandai menyimpan cerita. Kala senja meronta, ia kadang berkidung tentang kisah yang aku tulis di setiap inci tubuhnya. Saat aku ingin bermanja dengan malam, ia datang tiba-tiba dan berbisik mesra. "Aku ada dimana-mana" katanya. Manusia mana yang tak butuh kawan. Sediam-diamnya seseorang, hati akan sepi tanpa nada dan cerita yang berdatangan. Setangguhnya seseorang, adalah ia yang berhasil bertahan tanpa seorang di sampingnya. Ialah kawanku. Kawan yang setia terbuka untuk kugoreskan tinta. Kawan yang tahu baik buruk seorang Prima. Ia, kawan yang siap menerkam kapan saja. Ia ada.

Purnama

Bulan malam ini anggun sempurna. Sepertinya ia tampakkan segala kuasanya sebagai sang purnama. Tak ada awan yang mampu tenggelamkan sinarnya. Tak ada angin sanggup usir kehormatannya. Di sini, jauh di bawah kakinya, ada dua anak manusia yang mendekap rindu meronta. Tak ada temu jua pada malam harinya. Mereka tenggelam. Mungkin merana. Karena bulan dan cahayanya sedang di hati yang berbeda.

Sepotong Cerita Kala Senja

Ketika buku menjadi teman menghabisi senja. Ketika segelas frappe coklat suguhkan kenikmatan luar biasa. Ketika sepotong donat bisa menghangatkan salju di hati yang beku. Ketika itu pula senyummu luluh di hadapanku. 'Dian yang Tak Kunjung Padam' buku karya STA. Alisjahbana ini menjadi temanku dalam memperkosa senja kali ini. Teringat masa putih abu-abu, kala buku, sastrawan dan angkatannya menjadi kudapan. Hampir tiap hari aku tenggelam oleh permainan kata para maestro sastra Indonesia. Kata-kata yang memanja menjelma menjadi buai dan belai. Lembut menerawang rasuki rusuk. Menjadikan kepingan puzzle yang begitu pas mengisi kekosongan. Tidak sempurna memang. Tapi bukankah akan lebih indah bila ruang kosong itu kini ada yang mengisi? Senja kali ini mendadak bisu. Ia hening, sunyi. Entah. Aku tahu di dunia ini tidak ada diam yang benar-benar diam. Tidak ada hening yang benar-benar hening. Dalam diam dan hening ada suara bisik yang tetap terdengar. Mereka memaksa masuk melal

Skala

Dalam skala hitam dan putih, manusia dibedakan menjadi 2 bagian, tak lain tak bukan adalah baik dan buruk. Kebenaran yang selama ini dianut adalah bahwa hitam selalu buruk, dan putih selalu baik. Bagaimana bila hitam tak selamanya buruk? Atau putih tak selamanya baik? Mungkinkah? Bagi kita yang hanya melihat dunia sebagai hitam dan putih, bersiaplah untuk kejutan yang lebih besar yang akan dihadirkan oleh riak warna-warni dunia. Bersiaplah atau kau akan mati terjungkal, dalam duniamu sendiri. Ya, sendiri.

Sourir

Hujan malam ini mengalirkan rindu tak berujung. Ketika hati berontak ingin kejar suanya, hany denting hujan menitik dinding yang ia dapat. Sebuah senyuman menjadi pilihan dalam keharusan. Senyum yang tak pernah pudar dan tak boleh pudar. Senyum yang suatu saat akan menyerah oleh air mata. Akankah senyum itu abadi? Jawaban satu-satunya hanya sang pemilik yang tahu. Teruntuk seluruh wanita di dunia, tahukah engkau bahwa make up tercantik seorang wanita adalah senyuman? Jangan lupa senyum.

Coming Night

Bahagia itu sederhana.
Karena pada setiap jingga yang terlukis di langit, akan ada sajak tertulis untuk sebuah nama.

Fatamorgana

Ketika pagi mengucap nama Bergetarlah seluruh jiwa Raga merapuh karenanya Tak sanggup menahan gema Saat cinta tak lagi bersuara Mengalirkan jutaan pesona Dari yang fana hingga yang nyata Kita terperangkap dalam nirwana Berlabuh pada senja dan fatamorgana

Kepergian

Dan kutemukan raga yang menghangatkan Jiwa yang menenteramkan Senyum mematikan Mata yang selalu memandang Di saat aku berjalan Ada bayang dimana gelap menjadi tumpuan Lalu ia pergi Begitu saja Menghilang di antara pelangi Dan muncul kembali bersama wangi melati pagi

Kepadamu

Malam takluk akan rindu Ia terdiam di antara bintang Tersenyum dalam hampa Karena rindu tak mampu berucap Bila kekasih menanti bicara Kepada tangan yang terulur itu Adalah kita Adalah aku dan engkau Menunggu pagi terbangun dan bilang “Cinta”