Kau sudah mengecewakanku. Tak sepantasnya kau muncul kembali
dengan kenaifanmu. Berkemaslah. Biarkan aku memendam kecewaku sendirian. Tak usah
kau campuri hidupku. Tak usah kau kembali ke hadapanku. Hatiku telah kau patahkan.
Sungguh jatuh yang dalam.
Aku tak akan menyalahkanmu. Aku hanya membencimu. Tenang saja,
ini hanya perasaan sesaat. Mungkin beberapa hari lagi atau dalam hitungan
bulan, tahun, entah, benci itu bisa luntur seperti cinta yang kau paksa lenyap.
Atau mungkin selamanya aku tak bisa memaafkanmu. Mungkin saja. Itu semua butuh
waktu dan kerja keras.
Apa aku menyesal? Tentu tidak. Aku telah merasakan jatuh
cinta. Karena terlalu dalamnya, aku kehilangan diriku. Diriku yang dulu tak
pernah peduli soal cinta, pernah kau buat gila akan ia. Aku yang dulu dikenal
sebagai manusia tak berhati, karena mengenalmu aku dengan berbagai kesungguhan
dan ketulusan. Kau telah merubah segalaku. Sifat, sikap, sudut pandang akan
cinta, mimpi, semuanya diam-diam kau bangun di atas segalanya. Dan aku
membiarkanmu. Bukan sebuah kesalahan jika akhirnya kita berpisah. Yang aku
sesalkan adalah cara kita berpisah. Sungguh tidak ksatria.
Jika kau membaca tulisan ini, pastikan kau menata hatimu. Menata
hatimu untuk orang yang kau anggap siap melangkah denganmu. Dengan jalan hidup
yang sudah kau tentukan beberapa hari lalu. Dengan pilihan membunuh seseorang
yang telah kau jatuhkan ke dalam pelukanmu. Jangan biarkan aku masuk lagi ke
dalammu. Pun aku akan melakukan hal yang sama. Tak kan kubiarkan aku seperti
keledai yang jatuh ke lubang yang sama. Mungkin waktu sudah mengisyaratkan kita
untuk berpisah. Untuk kembali ke jalan masing-masing. Untuk tidak lagi
mengenal. Untuk kembali ke sedia kala.
Saat ini kau tahu aku tak akan merelakanmu dengan yang lain.
Entah sampai kapan. Bisa jadi selamanya. Pernah terbesit pikiran keji di
malamku bahwa aku berharap kau tak pernah akan bahagia dengan pilihanmu. Kau hanya
bisa bahagia denganku seorang. Kau selamanya adalah milikku. Kejam bukan? Tapi aku
tahu, aku bukan lagi anak kecil yang harus memiliki sesuatu yang memang harus. Aku
sudah dewasa, setidaknya aku memilih dan belajar menjadi pribadi dewasa
sekarang. Dewasa, yang ada kalanya tidak memiliki sesuatu yang diharapkan. Seperti
engkau, akhirnya aku tak bisa memilikimu seutuhnya. Walaupun kau sering bilang
bahwa kau milikku. Indah ya?
Tak usah kau pikir dalam-dalam isi tulisan ini. Aku hanya
mengabadikan kisah kita. Karena aku tahu, sesuatu yang sudah dipertemukan akan
sulit dipisahkan. Entah berapa waktu kemudian kita akan bertemu kembali dengan
situasi yang berbeda. Ada banyak kemungkinan. Sebenarnya aku berharap itu tidak
akan pernah terjadi. Tapi bila nanti kita bertemu kembali, biarlah
tulisan-tulisan ini menjadi saksi kebersamaan kita. Semua ini akan bicara pada
waktunya. Dan kenangan-kenangan itu akan menari indah bersama tumpahnya air
mata atau senyuman bahagia.
Panjang lebar aku berkata-kata, aku tahu percuma. Aku sudah
kehilanganmu sejak awal. Aku sudah kalah di langkah. Sekarang kubiarkan kau pergi.
Bukan aku merelakanmu, aku hanya tak terima dengan perbuatanmu. Tidakkah kau
pernah berpikir betapa sakitnya dikhianati? Betapa sakitnya rasa percayanya
dipatahkan begitu saja oleh orang yang paling dicinta? Aku membencimu. Pergilah.
Aku ingin sembuh. Luka ini masih basah. Ia tak akan kering. Terlalu sakit.
Comments
Post a Comment