Sekian aku terjatuh ke dalam kamu. Aku jatuh cinta padamu.
Aku utuh masuk ke dalam semua darimu. Kau telah menjelma seperti khayalan. Kau
impian dalam kenyataan. Kaulah segalanya. Segalanya ada di dirimu, termasuk
aku. Aku yang jatuh. Aku yang kacau. Aku yang tak tahu kemana harus melangkah.
Sekarang yang aku tahu hanyalah jalan pulang, yaitu kepadamu.
Mencintaimu tidaklah mudah. Cinta kita terlalu banyak
rintangan. Aku tahu. Bahkan ini terkesan mustahil diabadikan. Tapi ingatlah aku
akan menjagamu semampuku, sampai kita menjadi masing-masing. Walaupun jauh dari
lubuk hati aku tak ingin bermaksud demikian, aku ingin menjadikanmu selamanya.
Aku ingin kau menjadi yang terakhir dalam pencarianku. Pun sebaliknya, meski
aku bukan pertama yang singgah di sana, aku ingin menjadi yang terakhir
untukmu. Tanpa pilihan dan tanpa siapa-siapa.
Aku mempertahankanmu, memperjuangkanmu sejauh ini semata
karena aku telah buta. Kau telah membutakanku. Aku menikmati kebutaan itu. Aku
menikmati jatuhnya rasa itu. Kenapa aku menikmati? Karena jatuhnya adalah
padamu. Ketika aku sadar akan satu hal, bahwa cinta mampu merubah segalanya.
Cinta mampu merubah aku yang dulu menjadi aku yang sekarang. Tidakkah itu
istimewa? Saat aku merasa aku telah berubah, saat itulah aku mulai
menyandingkan hatiku padamu. Tidakkah kau tahu aku berubah sedramatis ini?
Banyak hal sudah kulewati bersamamu. Tawa, tangis, canda,
marah, kecewa, semua ada. Ketika aku mengingatnya satu persatu, aku tersenyum.
Ingat kemarin kau mengingatkanku tentang beberapa momen dimana kita
jalan-jalan, bersenang-senang, bercanda berdua? Aku berjanji tak akan melupakan
itu semua. Bahkan dari lubuk hati terdalam, aku pernah berjanji untuk selalu
melakukan hal sama denganmu. Aku ingin membahagiakanmu. Aku ingin bersamamu.
Sebisaku. Ini janjiku.
Kasih, tahukah kau di dalam doaku selalu terucap namamu?
Nama yang sekarang mengisi kekosongan. Nama yang kurasa pas melengkapinya. Nama
itu begitu pas. Namamu.
Aku ingin sekali bicara banyak padamu. Bicara tentang
rasaku. Bicara tentang asaku. Tentang semuanya. Tapi bibirku selalu beku setiap
ada engkau. Lidahku kelu. Aku tak mampu bicara banyak. Aku hanya bisa diam. Aku
tak tahu caranya mengungkapkan rasa. Bisakah kau mengajariku berbicara? Aku
hanya bisa menuangkan segelas demi gelas rinduku ke dalam tulisan-tulisan di
sini. Tak banyak. Jika kau membacanya, resapilah betapa engkau ada padaku. Jika
kau tak membacanya, tak apa. Paling tidak aku akan berusaha selalu ada untukmu.
Hari ini kutuang secangkir rindu hangat rasa coklat sebagai
teman aku menghabisi senja. Senja selalu mengerti perasaan seorang perindu. Ia
datang dengan keindahan yang hanya bisa dinikmati pecintanya. Lalu ia pergi
begitu saja meninggalkan tanda. Sama seperti rindu, ia hanya bisa pergi dengan
temu. Ia juga meninggalkan tanda, rindu yang berulang, tiada habis. Kepadamu
aku prosakan rindu tanpa jemu berharap ada temu tanpa ragu. Semoga tidak pernah
semu.
Comments
Post a Comment