Sampai detik ini aku masih
mengenangmu. Genggam tanganmu yang membuatku tegar. Tatap matamu yang
meneduhkan. Senyummu yang menyemangatiku ketika aku akan jatuh. Semuanya begitu
manis di ingatan. Apakah kau masih mengingat ketika kita bersama? Pernah kita hanya
duduk berdua tanpa melakukan apa-apa. Kita hanya disibukkan dengan pikiran
masing-masing. Kita hanya saling tatap, tak bersuara. Masih jelas tertanam di
sini, bagaimana mata manjamu memandangku. Ingin kuhapus semua itu tapi aku tak
bisa. Sejauh ini aku masih terpenjara padamu. Aku lelah. Aku gagal melangkah.
Aku pernah mencintai seseorang.
Sangat mencintainya. Karenanya aku tak bisa mengutarakan rasa di depannya. Saat
aku melihat betapa orang di luar sana dengan mudahnya berkata cinta, kenapa aku
tak bisa. Kata-kata cinta hanya menggema di dada. Mencabik seluruh organ tubuh.
Sesak. Sesak yang tak terungkap. Maafkan aku yang tak pernah bilang cinta atau
sayang kepadamu. Kau boleh menyebutku pengecut yang hanya mampu bicara melalui
tulisan. Itupun tulisan sederhana. Tiada guna. Tapi kasih, tahukah kau betapa
aku mencintaimu? Tahukah kau akulah orang yang merana setiap kali mendengar kau
terluka? Tahukah kau akulah yang paling bahagia ketika melihatmu tertawa.
Silakan, kau boleh mencaci-maki aku.
Aku tak tahu sampai kapan aku
seperti ini. Seolah aku merasa bahwa aku adalah yang paling menderita. Seakan
akulah orang yang harus dikasihani karena terluka akan cinta. Tidakkah aku
kehilangan diriku sendiri? Aku telah kehilangan diriku yang dulu. Hatiku
menjadi rapuh. Apa karena aku terlalu dalam menaruh namamu sampai untuk
menghapusmu saja aku harus menyakiti diri sendiri? Baru kali ini aku
benar-benar jatuh kepada seseorang. Seseorang itu engkau.
Bukan aku menangisimu. Aku hanya
menangisi diriku yang dengan bodohnya bisa seperti ini. Aku yang kehilangan
arah. Aku yang hancur. Aku yang terluka. Aku yang hampa. Kadang aku bertanya
pada diriku, apakah aku sejatuh ini? Mungkin aku masih selalu mengingatmu
karena aku belum bisa memaafkanmu. Hati yang kau patahkan masih belum sembuh.
Entah ia bisa sembuh atau tidak. Tuannya pun tak tahu bagaimana caranya
menyembuhkan. Tidak dengan membuka hati untuk orang lain. Kurasa ia tak percaya
lagi akan cinta. Atau mungkin ia hanya belum siap kecewa untuk kedua kalinya.
Comments
Post a Comment