Aku bermalam disini. Di bawah langit kelam, di antara gugusan bintang, dibelai sepoi angin, dihibur bisikan namamu.
Di sini, di tempat tertinggi aku bisa melihat bintang, aku menyebut namamu pelan. Angin pun tak kan mendengar. Terlalu pelan aku berbisik, sesak di dada.
Sendiri aku menikmati malam. Di bawah pucat pasi rembulan. Di bawah bayang wajahmu. Aku tersipu. Beruntungnya aku merasa memilikimu. Waktu berpihak padaku untuk saat ini. Entah nanti.
Bintang di atas sana curang sekali, Sayang. Seenaknya mereka tertawa tanpa peduli ada anak menderita di sini. Menderita. Derita luka yang bahagia.
Sayang, kau percaya langit itu berbatas? Ataukah langit langsung terhubung ke surga, seperti di film-film kartun? Jika langit memang berbatas, ingin kutembus batasnya dan menemuimu. Memelukmu erat dan menceritakan kisah hidupku. Bagaimana aku hidup tanpamu. Tapi, kau tahu, aku akan lebih bahagia bila langit tak berbatas dan bisa menembus surga. Tanpa susah payah aku akan mencarimu. Aku akan menemukanmu. Dan, kapan saja aku bisa bersamamu bila rindu.
Ah, aku tahu semua ini tiada perlu. Harapan bertemu sepertinya hanya berlalu. Doaku iringi langkahmu.
Comments
Post a Comment