Cinta datang seperti matahari. Pasti ada celah
untuk membacanya. Tapi kedatangan matahari tak selamanya bisa dibaca. Terkadang
ada mendung yang sengaja menutupinya. Seperti hati manusia, ketika dia sedang
jatuh cinta, ada suatu hal yang berusaha menutupi perasaannya. Saat seseorang
mulai merasakan jatuh cinta, pasti akan ada “mendung” dalam hatinya. Mendung itulah
yang menutupi perasaannya.
Cinta akhirnya memberontak. Sekuat apapun mendung,
kekuatan cintalah yang akan menang. Begitu kalimat aku dengar di dongeng. Yah,
hidup ini bukan dongeng. Hidup ini adalah kenyataan yang harus dihadapi, bukan
dihindari. Saat manusia menyadari kehadiran mendung, dia akan merasakan
kebimbangan (kata anak muda sekarang galau). Bimbang apakah dia bisa menembus
mendung atau tidak. Jika iya, dia akan bersama sang cinta. Tapi jika tidak,
cinta tidak akan diraihnya. Pada akhirnya manusia itu hanya terjebak dalam
pepatah cinta tak terbalas.
Ini hanya sebuah perumpamaan. Tidak banyak yang
membenarkan, tidak banyak juga yang menyalahkan. Cinta adalah cinta. Cinta itu
terlalu umum untuk dibahas. Apakah kasih antara sekelompok sahabat bisa
dinamakan cinta? Tentu bisa. Cinta bisa datang dimana saja, kapan saja, dan
bagaimana saja. Jika ada manusia mengaku dirinya hidup tanpa cinta, itu salah. Salah
besar! Manusia yang tidak bersyukur akan berkata seperti itu.
Cinta, matahari, apakah matahari pasti selalu
bersinar? Kapan dia akan berhenti bersinar? Malam? Ya, di malam hari matahari
tidak menampakkan diri. Tapi dia masih tetap bersinar. Begitulah cinta, tidak
tampak tapi selalu ada.
Selamat mencintai apa yang kau cintai... J
@primajinasi
Comments
Post a Comment