Pertemuan
dengannya telah berhasil memangkas hari-hari saya yang terasa kosong. Jika
biasanya saya menghabiskan sore dengan menunggui mentari terlelap, sekarang
saya puas dengan sesederhana duduk berdua dengannya tanpa melakukan apa-apa.
Tidak perlu muluk-muluk. Seperti itu terasa lebih dari cukup.
Tidak pernah
terbayang hal ini sebelumnya. Barangkali karena saya tak punya minat ke arah
sana. Untuk apa? Kenapa harus menggantungkan kebahagiaan kepada orang lain?
Saya merasa punya kemampuan independen untuk membahagiakan diri sendiri.
Demikianlah saya hidup pada masanya. Idealis, angkuh, merasa tegar meski tak bertubuh kekar.
Tanpa pertanda
atau firasat berarti, ia mampu menghancurkan sistem pertahanan yang telah lama
saya bangun. Hanya dengan satu senyuman, semuanya runtuh seketika. Satu tatapan
mata sayu, lutut ini tak mampu menahan beratnya raga. Jari-jari tangannya
mengait erat tangan saya. Di saat bersamaan saya berharap ia tidak mendengar
detak jantung saya. Saya rasa, sebentar lagi angkasa akan runtuh oleh gaungan
suara saya yang tak bisa terdengar.
Telah saya temukan seseorang dengan berbagai fungsi. Ia dapat menyediakan satu ruang bagi saya untuk melakukan semuanya dan semaunya. Saya tidak perlu kesulitan mencari kawan menonton film, makan malam, main gim, diskusi buku, atau sedakar meikmati suguhan lampu kota dari jendela apartemen dengan secangkir kopi di atas meja. Ia melakukan semuanya. Sempurna.
Comments
Post a Comment