Anak tunggal, diasuh oleh seorang single parent, hidup serba sederhana, terkadang kekurangan, Ayah entah pergi ke mana, seorang anak SMA sebentar lagi lulus, dan ingin memilih jalan hidup setelahnya. Mengingat biaya kuliah yang cukup tinggi, hampir ia memutus rantai mimpinya. Namun betapa beruntung, ibunya mendukungnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Memperoleh restu ibunda, tanpa ragu ia mendaftarkan diri di salah satu kampus saat itu juga.
Membutuhkan waktu dan doa setelah melakukan tes masuk perguruan tinggi. Tidak lolos di perguruan tinggi sama sekali tidak menyurutkan niatnya melanjutkan perjuangan. Ia memilih mengikuti tes di salah satu universitas swasta. Semesta akhirnya mengizinkannya mengenyam bangku pendidikan di universitas tersebut.
Menjadi mahasiswa menjadikannya jauh tidak tinggal serumah dengan ibunya. Ia harus mengambil indekos. Jauh dari orang tua membuat hubungan dengan ibunya kian intens. Hampir setiap malam telpon selalu bersuara dengan nama sama.
Beberapa saat kesenangan itu runtuh ketika ia mendengar kabar ibunya jatuh sakit. mengetahui tingginya biaya rumah sakit membuatnya menjalani pekerjaan paruh waktu. Ia masuk ke salah satu perusahaan pialang yang termashyur saat itu. Perusahaan tersebut sekarang masih berdiri megah di salah satu gedung perkantoran elit.
Bisa dibayangkan hidup seorang anak menjelang dewasa sudah harus memikirkan hidup orang lain. Ia bertanggung jawab penuh atas pengobatan sekaligus kesembuhan ibunya. Tak peduli betapa berat jalannya, ia tetap menerjang.
Bekerja di perusahaan pialang bukanlah profesi mudah. Ia wajib mencari customer yang memberikan deposit sekian rupiah agar dapat masuk market. Sebagian pembaca pasti tahu kiprah perusahaan pialang hari-hari ini. Banyak sekali kabar negatif bermunculan. Parahnya, setiap ada pelamar kerja bertanya kepada entah seniornya atau sekelompok orang di media sosial, banyak sekali yang melarangnya bergabung. “Tidak perlu diambil. Cari pekerjaan lain saja. Jangan mau bergabung dengan penipu!” Katanya.
Asumsi-asumsi itu tidak berlaku di telinga anak ini. Ia tidak peduli apa kata orang. Yang ia inginkan adalah uang untuk membayar biaya rumah sakit. Itu saja.
Pertemuannya dengan rekan kerja membuatnya semakin bersungguh-sungguh. Ia paham risiko terjun di dunia bursa memang besar. High risk high return. Semua mengerti konsep dasar investasi dan trading tersebut. Apalagi setoran awal masuk market tidak kecil. Seratus juta! Bagi orang awam – yang belum melek trading komoditas – biaya tersebut dianggap sanggup ditaruh di deposito bank, beli rumah, mobil, dan keperluan lain. Sangat disayangkan nominal sedemikian besar didepositkan ke bursa. Sekali lagi, opini itu tidak berlaku bagi anak ini.
Setiap hari kerja ia selalu melakukan call ke calon nasabah. Langkah awal meminta waktu, dan meminta izin temu. Setiap hari ruangan kerjanya selalu penuh suara mantap para broker meyakinkan seseorang di ujung panggilan.
Kaki terus melangkah. Setelah mendapatkan janji temu, tiba waktunya prospek. Pada tahap ini seorang broker wajib membawa segala macam peraga demi meyakinkan calon nasabahnya masuk bursa. Tidak ketinggalan penampilan apik akan menambah daya magisnya. Semua broker, atau setidaknya orang-orang yang bekerja di dunia marketing percaya bahwa tidak boleh pergi bertemu client sebelum merasa pantas bertemu gubernur. Itulah mengapa mereka selalu menjaga penampilan agar tetap bersih, rapi, dan pasti wangi. Goodlooking tidak hanya ditentukan dari paras rupawan, kan?
Sifat dasar pialang adalah mengharamkan kata menyerah dalam kamusnya. Satu dua kali prospek tidak membuahkan hasil? Sudah biasa. Ratusan pialang sukses menjalani alur demikian. Bisa karena biasa. Ditolak sekali berarti celah kekurangan harus diperbaiki. Sisi mana yang kurang mendapatkan kepercayaan? Amunisi apa yang kurang meyakinkan calon client? Semua masuk dalam daftar evaluasi. Besok tancap gas lagi.
Berbagai upaya ia lakukan. Sampailah ia menemukan titik terang di mana ia berhasil menarik minat seseorang menjadi nasabahnya. Pada tahap selanjutnya, ia tidak hanya membawa namanya, tetapi juga nasabahnya. Gajinya akan bergantung pada profit nasabahnya. Prinsip yang sangat menantang.
Mempunyai nasabah bukan berarti langkah selanjutnya berjalan mulus. Naik turun harga di bursa harus diwaspadai. Setiap pagi menentukan langkah kapan buy, kapan sell, take profit, stop loss, cut loss, dll. Usai transaksi, ia melakukan analisis pasar dari segi teknikal maupun fundamental. Tidak bergerak sendirian, pastinya ia dibarengi tim yang luar biasa mumpuni. Tidak menutup langkah dengan satu nasabah, ia tetap mencari nasabah lain.
Singkat cerita, langkahnya berbuah manis. Ia mampu membiayai pengobatan ibunya. Di usia dua puluh delapan tahun ia berhasil mempunyai mobil dan rumah. Bisa dibayangkan rentang usianya sejak awal masuk kuliah kira-kira delapan belas tahun, sampai umur dua puluh delapan tahun dengan aset mobil dan rumah atas nama pribadi. Pencapaian fantastis selama sepuluh tahun berkarir!
Lalu apa yang terjadi sekarang? Ia dan ibunya hidup bahagia, tanpa kekurangan. Sang ibu pasti bangga sekali dengan anak semata wayangnya. Muda dan sukses, kombinasi tak tergantikan yang paling mengesankan.
Setiap kali ia menceritakan kisahnya, terpancar binar matanya yang sanggup meluluhkan pendengar. Tak jarang air mata menghujan ketika ia mulai menyebut kata “ibu”. Ia membuat seluruh dunia sadar, motivasi terbesar itu bernama Ibu.
Comments
Post a Comment