Masih dalam nuansa tahun baru, izinkan saya membingkai sedikit cerita selama setahun ke belakang. Kicau sederhana dari seorang anak penuh mimpi dan ambisi. Terlihat diam, tapi bukankah semua setuju bahwa air tenanglah yang menghanyutkan? Sama halnya dengan kisah ini, seorang anak yang berjuang luar biasa demi menggapai asa. Demi membalas dendam kepada masa lalunya.
Sebagai disclaimer, kisah ini adalah fiktif. Semoga terasa nyata. Karena sedikit banyak menceritakan bagaimana upaya bertahan terlihat tidak rasional. Bagaimana pula hidup dengan segala cara demi tidak terhempas. Maka, nikmatilah. Selamat datang di pembuka paradox.
Tersebut seorang anak kecil yang sedang dan selalu tergila-gila dengan kemegahan yang ditawarkan dunia luar. Macam-macam mimpi memenuhi kehidupannya. Ambisi tak terlihat yang terkadang mampu membuat lawannya ciut. Walaupun ia dipandang lemah di awal. Begitulah caranya menaklukan dunia.
Ia tak pernah lelah belajar. Belajar apa pun. Menyandang gelar bukan berarti berhenti belajar. Long life learning prinsipnya. Di mana ia berada, ia harus mampu tumbuh. Semua yang ada di dunia ini berawal dari nol. Tumbuh atau mati adalah pilihan cara hidup. Ia memilih tumbuh.
Awal tahun 2020 menjadi cerita paling berharga sepanjang perjuangannya. Ia mendapatkan sebuah kehormatan dan pengakuan atas dirinya. Hasil belajar tidak sia-sia. Ia berhasil mencapai mimpinya. Namun tidak berhenti di sana, ia terus berusaha tumbuh, tumbuh, dan tumbuh sampai tak tahu batas. Kapan akan berhenti? Pertanyaan yang tak ingin ia jawab sekarang.
Lantas, apa yang akan terjadi jika ia tumbuh terlalu tinggi? Tidak ada makhluk hidup yang mampu menggapainya. Bahkan angin takut menyentuhnya. Umpama pohon, hanya kupu-kupu super cantik yang berani hinggap di dahannya. Kasta tertinggi dari rantai kehidupan. Ia tak akan tersentuh.
Apakah ia peduli akan hal itu? Tentu peduli. Namun di sisi lain mengapa harus peduli dengan dampak negatif jika positifnya lebih besar? Lagipula segala asa akan tercapai saat ia berada di puncak. Bukankah itu sangat mengesankan?
Belajar adalah kata pertama yang ia sukai. Banyak perspektif orang mengatakan bahwa belajar hanya dikaitkan dengan bangku pendidikan. Tidak! Bagi sebagian orang, bekerja adalah belajar. Bayangkan, berapa besar uang yang harus dikeluarkan saat mengenyam bangku pendidikan? Lalu, apakah seseorang membayar saat bekerja di sebuah instansi? Ia dibayar, kan? Kapan lagi belajar dan dibayar? Begitu logikanya.
Dengan belajar, seseorang akan tumbuh. Belajar apa pun. Dunia sangat jauh lebih luas daripada ruang kelas. Ketika bekerja, pertemuan dengan berbagai latar belakang dan karakter manusia meluas. Di situlah letak pembelajaran dan guru berada. Tak disangka, lingkungan sendirilah guru terbaik manusia.
Berbagai proses belajar ia lalui. Saat masih menjadi karyawan biasa, ia melepas dahaga ilmu dengan belajar dari atasan. Apa yang atasannya kerjakan, tak ragu ia bertanya. Sambil memahami, beberapa jobdesc atasan ia ambil.
Pada bagian itulah setiap orang memiliki opini berbeda. Beberapa waktu lalu sempat trending di media sosial tentang cuitan bahwa menunjukkan keahlian di kantor adalah sama dengan meminta diperbudak. Apakah benar demikian?
Tidak juga. Menunjukkan keahlian berarti ia ingin memperlihatkan skill, sifat kompetitif, dan loyalitas terhadap perusahaan. Siapa yang minta diperalat? Tidak ada manusia seperti itu di dunia ini. Sebaliknya, dengan menunjukkan kemampuan dan membantu atasan mengerjakan pekerjaannya, ia akan menjadi orang pertama yang dilirik ketika ada promosi kenaikan jabatan. Mengapa? Karena sudah terbukti ia punya sesuatu yang lebih. Tidak seperti kebanyakan karyawan.
Pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah apakah selama membantu ia dibayar lebih dengan gaji? Tidak. Ia dibayar dengan pengakuan. Dan, itu merupakan tepuk tangan tertinggi bagi para pembelajar kehidupan. Ia tidak mencari jabatan. Kedudukanlah yang menjemputnya.
2020 berhasil menjawab segala pertanyaan. Imbalan diterima dengan pantas. Kemenangan manis terukir kekal di puncak bukit berbatu. Ada seorang pemenang bangga berdiri di atas sana. Kibaran bendera tanda kejayaan angkuh membumbung ke angkasa. Tawa lantangnya menggema menjelma angin. Ada, dan dirasakan banyak pihak.
Kemudian apa selanjutnya? Ia lupa bahwa kastilnya belum ada. Ia harus membangunnya. Sendiri. Dengan tangan pemenangnya, dengan keringatnya, serta doa-doanya. Satu istana megah sebentar lagi akan berdiri disanjung dunia. Butuh waktu. Dan, ia sedang bersahabat dengan waktu.
Terima kasih, 2020. 366 hari yang sangat berharga. Tahun penuh luka, berujung bahagia. Satu tahun berlinang air mata, berlambang kekal kemenangan.
Selamat datang, 2021. Mari bersahabat.
Comments
Post a Comment