Tuhan selalu
memberikan yang terbaik untuk umat-Nya. Begitulah aku memotivasi diriku
sendiri. Di dalam neraka yang aku sebut kehampaan aku tetap melangkah, berharap
ada cahaya terang datang menyilaukan sekitarku. Entah kenapa aku merasa dunia
ini begitu gelap. Beruntung aku masih bisa melihat iri teman-temanku yang
menikmati dunia mereka yang sepertinya menyenangkan jika kulihat. Aku seperti
burung kesepian dalam penjara sangkarnya. Bagai sebatang mawar merah yang
tumbuh di tepi jurang. Bagaimana pula aku bisa terlahir dengan anggapan seperti
ini, tiada yang tahu.
Perjalanan ini aku
lanjutkan menuju sebuah padang rumput dimana terdapat kesejukkan tiada tara,
lebih sejuk daripada keindahan alur pangung kehidupan teman-temanku, kupikir.
Kutegapkan langkahku agar aku bisa melihat jelas matahari. Aku rasakan desiran angin sepoi-sepoi lembut mulai membelai wajahku dan
menerbangkan perlahan rambutku. Kupejamkan mata dan merasakan betapa nikmatnya
surga yang aku buat sendiri itu. Nafasku berat. Kulengkungkan bibirku beberapa
derajat sehingga membuat apa yang sering orang kata itu adalah sebuah senyuman.
Baru kali ini aku bisa tersenyum, baik pada orang lain atau pada diri sendiri.
Sudah aku sadari bahwa aku memang makhluk kesepian.
Aku tetap berusaha tegar, tentu saja
dengan berpura-pura. Sempat aku berpikir bahwa kepura-puraan ini hanya akan
membuatku semakin sakit. Benar adanya, aku mulai sakit dan tersiksa. Namun aku
yakin, dunia akan tersenyum melihat kepura-puraanku ini. Dunia memang tidak
tahu apa yang aku rasakan dengan pasti. Aku pun tak inginkan hal itu. Biarlah
ini menjadi duniaku dengan akulah tokoh utamanya. Di sini aku adalah raja. Raja
yang kesepian, mungkin.
Jauh di lubuk hati yang paling dalam aku ingin mengenal dunia luar yang
sepertinya menyenangkan. Aku ingin dikenal banyak orang. Aku ingin membuat
duniaku yang sempurna dengan berbagai hiasan yang ada di dalamnya, mulai dari
cinta, teman, sahabat, bahkan luka. Keirianku inilah yang membuatku semakin
terpuruk. Aku tidak tahu bagaimana caranya untukku melangkah dengan berani
menuju kenyataan. Aku terlalu takut. Takut kalah, takut gagal, takut bermimpi.
Hanya air mata dan kebencian yang menemani malamku. Aku tak punya siang, yang
aku punya hanyalah malam. Gelap, tapi indah untuk orang yang bisa menikmatinya.
Aku mulai bertanya dalam hati, kapan aku bisa
mengakhiri rasa senduku yang berlebihan ini? Kapan pula aku berani berteriak
lantang melawan dunia? Kapan aku bisa menumpahkan segala amarah dan emosi jiwa
kepada dunia? Kapan aku bisa menjadi seperti teman-temanku?
Lama
aku menantikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Tidak ada yang bisa
menjawab pertanyaanku kecuali diriku sendiri. Perlahan tapi pasti aku mulai
menyadarkan diri dari lamunanku yang berkepanjangan. Aku mulai bangkit dari
neraka yang telah aku buat sendiri, berdinding ketakutan semu. Inilah aku..
kebangkitan !!!
Comments
Post a Comment