Berikut adalah cuplikan sebuah perdebatan kecil antara aku dan seorang temanku yang juga seorang pujangga abal. Simak, rasakan dan tersenyumlah...
Me : Aku udah ga punya otak kok, gapapa kan.
Her : Yaudah, risikonya gegar hati mau?
Me : Saya juga sudah tidak punya hati.
Her : Lalu kamu hidup dengan apa nak? Kasihan sekali.
Me : Aku hidup dengan idealismeku.
Her : Lalu dengan apa kau menghidupi idealismemu itu?
Me : Dengan keyakinanku.
Her : Dari mana kau mendapatkan keyakinan itu?
Me : Kumpulan teori yang diperkuat oleh realita.
Her : Lalu bagaimana kalau teori itu sudah tidak relevan lagi dan realita berubah? Keyakinanmu berubah?
Me : Tidak akan. Bagiku, akhir dari manusia bukanlah saat dia mati, melainkan saat dia kehilangan keyakinan.
Her : Good... Prinsipmu itu bagus nak. Keyakinan adalah suatu pegangan bagi seseorang yang menjadikannya kuat atau kokoh, atau hidup seperti katamu. Tapi bukan berarti menjadikannya keras dan kaku.
Me : Terkadang keras kepala itu perlu, asal bisa menempatka diri dengan bijaksana.
Her : Iya, yang penting bijaksana, gak asal-asalan, tabrak sana tabrak sini. Siapa yang 'babak belur' nantinya? Gak cuma orang lain, orang itu juga.
Me : Dari 'babak belur' itulah kita akan belajar untuk menjadi lebih bijak, bukan malah memberontak dengan cara yang tidak ksatria.
Her : Iya yang mau belajar. Alhamdulillah, nah yang tidak? Tetep kalap nabrak sana sini. Tetep kalap bikin dirinya 'babak belur'. Hanya Tuhan yang bisa menolongnya.
Me : Hanya orang lain yang bisa menolongnya. Tuhan yang menentukan. Obatnya hanya satu. Sulit sekali untuk mendapatkannya. Dan itu hanya bisa didapat dari orang lain, yaitu rasa cinta.
Her : Kebalik sayang. Tuhan yang membantunya lewat perantara orang lain. Tahu pangkal, atau muara dari masalahnya.? Hati. Qolbu. Qolbu itu mudah sekali dibolak-balik. Dari sayang jadi benci, begitu sebaliknya. Dan siapa yang begitu mudah membolak-baliknya? Siapa lagi kalau bukan Sang Maha Cinta. Dan Dia juga yang menawarkan obat dari segala macam penyakit. Sakit hati sekalipun.
Me : Hahaha ya ya, Tuhan memang maha segalanya. Tapi maaf, aku tidak begitu suka jika dalam sebuah perdebatan mulai mengikutsertakan Tuhan. Bukan aku tidak ber-Tuhan, tapi aku kenal Tuhan dari dalam hatiku dan ingin mengenal-Nya dari hati pula.
Her : Haha yaa ini kan perspektif saya dear. Saya tidak akan berusaha mendoktrin kamu atau gimana. Sharing aja.
Me : OK, biarkan aku hidup dengan idealismeku dan kau dengan idealismemu.
Itulah sedikit perbincangan kami. Bicara tentang idealisme memang akan menampakkan sisi ego masing-masing pihak. Memang benar (bagiku), orang yang mengingkari idealismenya sendiri itu tak lebih dari sampah!
Me : Aku udah ga punya otak kok, gapapa kan.
Her : Yaudah, risikonya gegar hati mau?
Me : Saya juga sudah tidak punya hati.
Her : Lalu kamu hidup dengan apa nak? Kasihan sekali.
Me : Aku hidup dengan idealismeku.
Her : Lalu dengan apa kau menghidupi idealismemu itu?
Me : Dengan keyakinanku.
Her : Dari mana kau mendapatkan keyakinan itu?
Me : Kumpulan teori yang diperkuat oleh realita.
Her : Lalu bagaimana kalau teori itu sudah tidak relevan lagi dan realita berubah? Keyakinanmu berubah?
Me : Tidak akan. Bagiku, akhir dari manusia bukanlah saat dia mati, melainkan saat dia kehilangan keyakinan.
Her : Good... Prinsipmu itu bagus nak. Keyakinan adalah suatu pegangan bagi seseorang yang menjadikannya kuat atau kokoh, atau hidup seperti katamu. Tapi bukan berarti menjadikannya keras dan kaku.
Me : Terkadang keras kepala itu perlu, asal bisa menempatka diri dengan bijaksana.
Her : Iya, yang penting bijaksana, gak asal-asalan, tabrak sana tabrak sini. Siapa yang 'babak belur' nantinya? Gak cuma orang lain, orang itu juga.
Me : Dari 'babak belur' itulah kita akan belajar untuk menjadi lebih bijak, bukan malah memberontak dengan cara yang tidak ksatria.
Her : Iya yang mau belajar. Alhamdulillah, nah yang tidak? Tetep kalap nabrak sana sini. Tetep kalap bikin dirinya 'babak belur'. Hanya Tuhan yang bisa menolongnya.
Me : Hanya orang lain yang bisa menolongnya. Tuhan yang menentukan. Obatnya hanya satu. Sulit sekali untuk mendapatkannya. Dan itu hanya bisa didapat dari orang lain, yaitu rasa cinta.
Her : Kebalik sayang. Tuhan yang membantunya lewat perantara orang lain. Tahu pangkal, atau muara dari masalahnya.? Hati. Qolbu. Qolbu itu mudah sekali dibolak-balik. Dari sayang jadi benci, begitu sebaliknya. Dan siapa yang begitu mudah membolak-baliknya? Siapa lagi kalau bukan Sang Maha Cinta. Dan Dia juga yang menawarkan obat dari segala macam penyakit. Sakit hati sekalipun.
Me : Hahaha ya ya, Tuhan memang maha segalanya. Tapi maaf, aku tidak begitu suka jika dalam sebuah perdebatan mulai mengikutsertakan Tuhan. Bukan aku tidak ber-Tuhan, tapi aku kenal Tuhan dari dalam hatiku dan ingin mengenal-Nya dari hati pula.
Her : Haha yaa ini kan perspektif saya dear. Saya tidak akan berusaha mendoktrin kamu atau gimana. Sharing aja.
Me : OK, biarkan aku hidup dengan idealismeku dan kau dengan idealismemu.
Itulah sedikit perbincangan kami. Bicara tentang idealisme memang akan menampakkan sisi ego masing-masing pihak. Memang benar (bagiku), orang yang mengingkari idealismenya sendiri itu tak lebih dari sampah!
Comments
Post a Comment