Menemukanmu bukanlah hal baru. Aku pernah melaluinya beberapa waktu lalu. Kau juga sama. Kita pernah meninggalkan, atau entah namanya. Setelah itu kita kembali menjadi kita. Memutar kenangan, melaluinya lagi bersama. Segala dosa seolah lenyap oleh tawa. Jauh di balik itu, tahukah engkau ada belati masih tertancap mesra memeluki hati. Lagi-lagi sesak nafas ini mengingatnya.
Bukan inginku mengungkit masa lalu. Sungguh, jika bisa akan kuhapus segala luka. Bagaimana menghapus sedang engkau masih ada. Seolah tak rela jika melupakanmu harus dengan cara menyakiti diri sendiri. Lelah dengan air mata, melangkah saja tak bisa.
Sering kau anggap aku berpikiran buruk padamu. Memang. Aku hanya belum siap terluka. Meski sudah kuberi kesempatan berdamai, tetap saja sama. Kupikir kau tahu betul kenapa. Kau pun paham benar bahwa kau selalu bisa membuatku bungkam. Sedari dulu.
Memintamu pergi, menghapus segala tentangmu, membencimu, demi menjauhimu semua pernah kulakukan. Melepaskan, merelakan, melupakan, sempat aku ingin berada di fase itu. Tapi sungguh itu tidaklah mudah. Cinta sudah menggema mengangkasa. Kau selalu bisa membuatku luluh. Layaknya ruang kosong, hati ini bebas kau masuki kapan saja. Nahas, pintu itu selalu terbuka setiap kau di depannya.
Engkau, di tempat ini aku bersaksi tiada kekasih selain engkau. Namamu melekat erat. Segala kecewa masih membekas. Kekuatan maha dasyat cinta menutup mata. Aku, mencintai yang pernah melukai, mengobati dengan ilusi, tersenyum bersama tangis ironi.
Comments
Post a Comment