Pagi mengalahkan egoku untuk tetap menikmati mimpi. Setidaknya di mimpi itu aku bisa bertemu denganmu. Di dunia yang aku adalah rajanya, kujadikan kau segalanya. Sebab dari segala karena. Bukan apa-apa, aku hanya jatuh cinta.
Banyak orang menerka siapa orang beruntung yang mampu menjadi pertama di segala suasana. Apalagi tentangku, seorang anak dengan luar biasa keras kepalanya. Mampukah seseorang meluluhkan angkaranya? Adakah orang yang sanggup bertahan saat dirinya di ambang bahaya? Dan sungguh, keajaiban ternyata memang ada.
Senja kala itu bergulir betapa manisnya. Kami duduk berdua pada rerumputan kota. Senyumnya masih tertata rapi di kepala. Berbagai cerita dan asa seraya merayakan betapa bahagianya kami berdua. Tak jarang muncul titik-titik kebisuan tanda aku tak tahu harus mulai dari mana. Hebatnya, ia mampu cairkan suasana. Entah berapa lama aku tak merasakan senja seindah dengannya. Kurasa laju ini akan menepi padanya.
Senja tiada, malam tiba. Masih dengan senyumannya, membuatku enggan pejamkan mata. Gaya bicaranya selalu membuat secarik lengkung di bibir pecintanya. Di malam yang sama, ponsel berdering tanda ia ingin bicara.
Sudah hampir tengah malam kami bersuka ria. Meski lewat suara tanpa adanya jumpa. Sampai bertemu esok, pisahnya. Sial, rindu ini betapa membuat jantungku tak sanggup berirama seperti biasa. Ada sesak yang menyenangkan saat mengingatnya.
Beginikah rasanya melabuhkan kembali hati yang pernah terluka? Tak percaya ternyata rasa itu masih ada. Ingin mencoba biasa, tak pernah bisa. Ya, inilah aku, seseorang yang tak mampu berpindah.
Mungkin aku bisa pergi darimu. Tapi untuk mencintai orang yang baru, kurasa aku belum mampu.
Comments
Post a Comment