Lama hati ini tak terisi. Membayangkan mencintai seseorang saja enggan. Luka ini masih basah. Tubuh pasrah. Dunia terasa jengah. Sungguh, ia yang kusayangi dengan tulus tak bisa kupertahankan untuk singgah.
Sejak saat itu, memiliki dan menguasai ada sama di mataku. Seberapa kuat keinginan memiliki akan berbanding lurus dengan keinginan menguasai. Setidaknya besar kecilnya bergantung pada keseharian pasangan. Ah, muak sudah bicara tentang hati.
Bisa dibayangkan betapa besar rasa ketika mau menerima kembali seseorang yang telah membuat kecewa berkali-kali. Apa artinya? Artinya cintanya besar dan tulus! Meski hatinya pernah tersayat tajam, rasa percayanya hilang, menerima kembali bukanlah hal mudah. Lalu, mengerikan sekali seseorang yang menyia-nyiakan cinta sebesar itu. Benci yang dimiliki sebanding dengan cinta yang pernah terlukai.
Lelah. Kubiarkan rumah ini kosong. Sengaja tak kuisi dengan nama. Biarlah hanya aku saja yang menatanya. Puing-puing luka masih tertulis mesra di langit-langit. Demi menghapusnya, diri sendiri rela tersakiti. Jika hanya dikenang, hati tak mampu lagi menahan benci. Pelan-pelan kukubur duka itu dengan perih meronta sisakan air mata.
Kehampaan membuat segalanya terasa jauh lebih baik. Tak ada keinginan bertanya kabar, walaupun yang ditanya entah pergi dengan siapa. Tak ada pula keinginan memastikan seseorang baik-baik saja, meski dianya enggan membalas beralasan kerja dan kerja. Tak ada pengayom sebagai prioritas, kenyataannya hanya sebagai formalitas. Dunia selucu itu.
Hal sama terjadi lagi. Berpisah dengan orang yang kau terima kembali. Kelalaian terbesar dan tak termaafkan.
Wahai hati, istirahatlah. Kau sudah berjuang keras memaafkan seseorang dengan belajar mencintainya lagi. Meski kau kembali gagal, setidaknya kau berjiwa besar. Benci dan kecewamu biarlah di sana. Kau besar dengan segala yang kau punya. Kau luar biasa walau tanpanya. Selanjutnya doamu akan berbicara, karena telah kau libatkan Tuhan di dalamnya.
Sejak saat itu, memiliki dan menguasai ada sama di mataku. Seberapa kuat keinginan memiliki akan berbanding lurus dengan keinginan menguasai. Setidaknya besar kecilnya bergantung pada keseharian pasangan. Ah, muak sudah bicara tentang hati.
Bisa dibayangkan betapa besar rasa ketika mau menerima kembali seseorang yang telah membuat kecewa berkali-kali. Apa artinya? Artinya cintanya besar dan tulus! Meski hatinya pernah tersayat tajam, rasa percayanya hilang, menerima kembali bukanlah hal mudah. Lalu, mengerikan sekali seseorang yang menyia-nyiakan cinta sebesar itu. Benci yang dimiliki sebanding dengan cinta yang pernah terlukai.
Lelah. Kubiarkan rumah ini kosong. Sengaja tak kuisi dengan nama. Biarlah hanya aku saja yang menatanya. Puing-puing luka masih tertulis mesra di langit-langit. Demi menghapusnya, diri sendiri rela tersakiti. Jika hanya dikenang, hati tak mampu lagi menahan benci. Pelan-pelan kukubur duka itu dengan perih meronta sisakan air mata.
Kehampaan membuat segalanya terasa jauh lebih baik. Tak ada keinginan bertanya kabar, walaupun yang ditanya entah pergi dengan siapa. Tak ada pula keinginan memastikan seseorang baik-baik saja, meski dianya enggan membalas beralasan kerja dan kerja. Tak ada pengayom sebagai prioritas, kenyataannya hanya sebagai formalitas. Dunia selucu itu.
Hal sama terjadi lagi. Berpisah dengan orang yang kau terima kembali. Kelalaian terbesar dan tak termaafkan.
Wahai hati, istirahatlah. Kau sudah berjuang keras memaafkan seseorang dengan belajar mencintainya lagi. Meski kau kembali gagal, setidaknya kau berjiwa besar. Benci dan kecewamu biarlah di sana. Kau besar dengan segala yang kau punya. Kau luar biasa walau tanpanya. Selanjutnya doamu akan berbicara, karena telah kau libatkan Tuhan di dalamnya.
Comments
Post a Comment