Suatu malam aku pernah bermimpi
dalam perjalanan di sebuah hutan. Letih memandangi labirin pohon tiada ujung.
Beberapa kali aku melepas lelah. Duduk sambil meneguk air persediaan di botol
minum yang sedari awal kuhemat airnya. Tak lama istirahat, kulanjutkan
perjalanan.
Terik menguji. Aku goyah. Meski
pepohonan meneduhkan, badan tak sanggup menahan sengatan panasnya siang.
Matahari begitu angkuh.
Gontai aku melangkah, terdengar
suara merdu memanjakan telinga. Aku cukup yakin itu bukan suara desiran dedaunan.
Bukan pula suara itu berasal dari gemericik air. Berani-beraninya ia
bersenandung seindah itu.
Perjalanan aku lanjutkan tanpa
peduli sekitar. Aku ingin segera keluar dari labirin ini. Ada banyak hal yang
belum aku lakukan. Ada seseorang yang ingin sekali kutemui. Seseorang dengan
mata terindah yang pernah aku pandangi. Seseorang dengan senyum memukau bak
pelangi. Seseorang dengan warna yang mampu melukis irama pada kanvas hidupku
yang kosong.
Aku terbangun dengan mimpi masih
menghantui. Kuracik segelas kopi. Aroma kopi sungguh menenangkan. Suara air
tertuang layaknya serambi yang begitu teduh di tepian. Sepertinya seberkas
senyum tipis terlengkung dari bibirku. Kurasa ini selalu terjadi ketika di
momen seperti ini.
Seteguk kopi hangat mengalihkanku
kepada bayang seseorang yang sedang ditunggu. Ya, hanya bayang. Sayang.
Bersama kopi ini obrolan menjadi
hangat. Sesekali ia tertawa tanpa aku peduli topiknya. Astaga, melihat tawanya
saja membuatku bergetar hebat. Tatap matanya saat bercerita seakan mengajakku
masuk ke dunianya. Itu berhasil. Aku terseret masuk jauh ke dalam pesonanya.
Hingga aku tak tahu bagaimana harus keluar. Ingin kugenggam tangannya agar aku
bisa tetap terarah. Ternyata aku salah. Jabatan tangannya justru menarikku
masuk jauh lebih dalam. Tanpa hasrat pergi, bisakah raga dan jiwa ini yang aku
miliki?
Mengungkapkanmu ke dalam sebuah
cerita memang mudah. Mendeskripsikanmu menjadi berbait-bait prosa tidaklah
menyulitkan. Bagiku, di dalammu ada sebuah cahaya yang mampu menggerakkan
penaku. Bisakah aku memegang penuh cahaya itu? Atau setidaknya biarlah waktuku
terisi demi menuliskan segala tentangmu.
Rindu.
Comments
Post a Comment