Setiap kali mendengar suaramu,
jantung ini berdetak kencang. Nafasku menjadi sesak. Seperti ada gema di dalam
sini yang membuat tubuhku membeku. Nafasku memburu tak teratur. Kukedipkan
mataku berulang kali agar aku tersadar dari buaian ini. Tapi hatiku berkata
lain. Hatiku menginginkannya. Ia menginginkan waktu-waktu seperti ini.
Bagaimana ketika aku melihatmu?
Membayangkannya saja aku tak sanggup. Aku takut akan kehadiranmu. Sebuah
ketakutan yang aku inginkan. Ketakutan yang menyiksa, tapi entah kenapa aku
merindukan siksaan itu.
Aku tak bisa mengerti apa yang
terjadi. Semua yang aku katakan selalu berkebalikan dengan apa yang aku
inginkan. Aku tidak ingin menemuimu, tapi sejujurnya aku ingin bertemu
denganmu, walaupun hanya melihatmu dari kejauhan. Aku membencimu, sungguh. Aku
membencimu karena olehmu aku tak bisa melakukan yang semestinya.
Ketika aku teringat akan engkau,
pikiran ini tak bisa jernih. Ada sesuatu yang menutupi pandangan mataku. Ada
yang membutakan aku. Dan aku menikmatinya.
Apakah kau punya ilmu sihir? Jika
iya, ajarilah aku. Ajarilah aku menyihirmu agar engkau tahu bagaimana sakitnya
menjadi diriku. Kau tak tahu betapa sakitnya memendam rindu, sendirian? Tahukah
kau betapa sakitnya aku ketika aku hanya bisa menikmati senyummu dari kejauhan?
Tak bisakah kau bayangkan itu untukku?
Engkau, sungguh aku tak tahu
harus bagaimana. Aku tak tahu bagaimana memulai. Di sini seperti ada tradisi
untuk menahan perasaan. Sakit.
Tapi biarlah hanya aku yang
merasakan. Janganlah engkau kesakitan karena perasaan semacam ini. Biarlah aku
saja yang merasakannya. Dengan begitu, aku sadar, betapa berartinya kata
mencintai, meski tak terbalas. Ya, hanya aku yang jatuh cinta.
Comments
Post a Comment