Mengenalmu adalah hal baru
bagiku. Tiada tahu kehadiranmu dalam hidupku. Aku yang kering, kau basuh dengan
senyummu. Aku yang tandus, kau hujani dengan tawamu. Bagai malam tak
berbintang, kau tetap ada dalam awan. Serta angin pelan yang membelaiku telah kau
rasuki. Sementara aku masih terbujur kaku menikmati dirimu.
Aku ingat beberapa hari lalu kita
sering bercakap. Tentang aku, engkau, hari-hari kita, mimpi, masa depan,
segalanya. Pandai aku membenih harapan padamu. Harapan yang setiap hari aku
aminkan. Sebuah cita yang ingin aku gapai bersamamu. Kudedikasikan arah agat
bisa menjagamu. Memperjuangkan apa yang ingin kumiliki darimu. Pun engkau,
mengaku akan melakukan hal sama. Bukankah terlalu indah cinta kita? Kita yang
berjuang. Kita yang bertahan. Sesalu aku bertanya apakah aku sendirian. Dan kau
runtuhkan segala sepiku. Tentang kita yang begitu keras menggema di angkasa.
Hari-hari denganmu kulalui begitu
indah. Indah tak kan terasa indah jika tidak ada lawan. Kadang beberapa
perdebatan kecil ada di antara kita. Di selipan senja dan malam, sempat beradu
pilihan. Aku ingin ini, engkau tidak. Sebaliknya kau mau begini, aku melawan.
Tidakkah lucu ketika mengenangnya? Tak jarang aku terkesan mengekangmu ini itu.
Sejenak kau tiada kabar, aku mencarimu berkali-kali. Kau tahu betapa panas hati
ini ketika kau bersama orang lain? Tiadakah cemburuku ini kau baca? Aku tak
pandai mengatakannya. Aku tak sanggup marah padamu. Aku berpikir daripada aku
mengeluarkan kata yang akan menyakitimu karena marahku, kurasa lebih baik jika
aku diam. Engkau, damaikanlah aku ketika aku panas melihat orang lain
mendekatimu.
Keindahanmu masih saja terrekam.
Pahitnya kekecewaan perlahan terkikis. Hasrat melangkah masih terus teruji. Di
malam sunyi selalu hati parau karenamu. Memori-memori ngilu membuatku kelu.
Bagai empedu engkau hadirkan luka yang sulit terobati. Ketika waktu yak mampu
menyembuhkan, kemana lagi aku haru mengadu? Adakah sandaran yang bisa
kuhinggapi? Adakah yang mampu menggantikanmu sementara aku pernah berharap kau
tak kan pernah terganti? Mungkinkah aku kembali padamu setelah sangkar derita
kau gantung di dinding nadiku? Betapa aku bagai embun yang percuma menanti
mentari. Menunggu hal yang akan memaksanya pergi.
Comments
Post a Comment