Terjaga di dini hari adalah hal yang kubenci. Semua memori menyeruak di ujung kepala. Dia, dia, dia. Semua tak luput tentang dia. Dia yang sungguh mampu menjadi segalanya. Dia yang kini kuanggap berubah. Memang dasar rasa, seketika berubah tanpa pertanda.
Ponsel sudah kuatur agar non aktif di jam dua pagi buta. Sebaliknya mata ini tiba-tiba terbuka dan terjaga. Kubuka beberapa media sosial yang kupunya. Kutahan menelisik luka lama. Kebetulan beberapa hari terakhir aku tahu kudiblokir olehnya. Ada dendam dan benci melanda. Lalu, bagaimana bisa aku tetap mencintainya? Bukankah ia sungguh tidak layak? Bagaimana mungkin mencintai seseorang yang telah membuat luka? Bahkan hingga kini luka itu belum sembuh adanya. Sekarang, ia kembali menjadi rumah tempat aku berpulang setelah menempuh segala lelah.
Sebuah percakapan aku dan Tuhan menjelma menjadi rintihan doa. Doa yang kemarin kuucap di setiap akhir salam kedua.
"Tuhan, ingatkah Engkau padaku? Seorang hambamu yang sedang jatuh kepada kata cinta. Anak kecil yang pernah terbutakan oleh cinta. Sayang terlalu dalam itu berbuah nestapa akibat kecewa. Masih ingatkah Engkau padaku, Tuhan?
Dulu, beberapa tahun silam, kau pertemukan aku pada seseorang. Awalnya biasa saja. Sungguh aku tak punya rasa. Peduli pun aku enggan.
Semakin hari obrolan kami semakin menjadi. Ia ceritakan semua tentangnya. Hidupnya, keluarganya, asmaranya, teman-temannya, semuanya. Aku menanggapinya. Tak baik jika kuabaikan begitu saja, pikirku. Menambah teman, apa salahnya?
Benar, semua berawal dari teman. Kami duduk berdua menikmati senja. Menjelang puasa. Ia ungkapkan semuanya. Aku bilang tak apa. Mari bersama.
Tuhan, betapa besar Engkau menguasai hati para manusia. Cinta yang Kau tanam, luka yang Kau tuaikan. Apa maksud dari segala luka ini, Tuhan? Bahkan di setiap air mata, Kau buat aku selalu tak bergeming di hadapannya. Hingga di detik ini aku masih ingin menggenggam erat tangannya. Apakah ini yang dimaksud pendewasaan? Lantas harus sampai kapan?
Tuhan, aku baik-baik saja dengan cinta, tapi aku sungguh tak pernah bisa berdamai dengan luka. Mencintai yang pernah melukai. Tak jarang kuluapkan amarah dengan mengungkit masa silam. Setelah itu aku menyesal. Aku tak ingin membuatnya berderai air mata. Bahkan aku benci diriku yang telah melontarkan kata-kata tak pantas kepadanya.
Andai aku punya kuasa, aku mau menghapus segala kecewa. Biar kujalani baiknya saja. Sekali lagi, aku tak ingin membuatnya merasakan apa yang kurasa. Bantu aku mengubur duka dan nestapa itu, Tuhan. Selanjutnya, tentang dia, dewasakanlah kami agar cinta kami abadi dalam bersatunya raga kami. Bantu kami menjaganya."
Comments
Post a Comment