Rindu. Benar-benar rindu. Aku rindu dia. Sangat. Sayang? Cinta? Mencintainya adalah cara jatuh tersakit yang kusengaja. Menyayanginya adalah kekalahan terkelam yang ingin kulakukan terus-menerus, tiada henti.
Ah lemah. Baru menulis beberapa kalimat, mata ini berkaca-kaca. Mengingat semua tentang dia. Bahagianya saat bersamanya. Meski tak melakukan apa-apa. Yang penting berdua. Rasa kecewa yang pernah hadir. Sampai saat ini belum enyah juga dari ingatan. Aku kalah di hadapannya.
Dialah orang pertama yang mampu membuatku bungkam. Entah apa kehebatannya hingga ia sanggup meluluhkan ego yang bersarang keras di kepala. Senyumnya bisa meredakan amarahku yang kian memuncak. Dengannya aku belajar menjadi dewasa. Berdua bersamanya aku mengenal suka, juga duka.
Sekian lama aku dan dia menjalin romansa, banyak hal memorabilia. Jika boleh mengaku, sejauh ini ia adalah cinta terbaik sepanjang masa. Hanya dia. Baru dia. Aku bersumpah, demi semesta.
Hingga suatu hari aku sadar, aku bukan orang baik untuknya. Tentangnya aku tak bisa tenang. Cemburu menggema ketika tahu ia lebih dekat dengan orang lain di luar sana. Aku iri pada orang-orang itu yang dengan mudahnya dapat tahu cerita tentangnya. Sedangkan aku? Aku buta. Betapa aku bodoh saat ditanya kabarnya bagaimana. Orang macam apa aku yang tak tahu apa-apa perihal kekasihnya? Iya, tak pantas aku mendapatkan hal sebahagia bersamanya.
Aku bukan orang baik untuknya. Aku hanya orang penuh emosi berapi-api, tak pantas menerima tulusnya cinta yang ia miliki. Pernah aku berjanji akan menjaganya. Barangkali cara terbaik adalah dengan membiarkannya tidak berada di sampingku. Jangan ia terluka karenaku. Tak kan kubiarkan tangan ini membuatnya menuai air mata.
Kepergian kali ini bukan karena mememukan orang lain. Melainkan karena tak ingin seseorang yang dicintainya terjadi apa-apa. Aku mencintainya. Aku pernah terluka karenanya. Kecewa pun mendapatkan tempat yang pas di depan mata. Di sini, di dalam sini hanya ada satu hati yang ingin menenangkan diri, tanpa diisi apa-apa lagi selain mimpi. Mencintai orang lain selain dia pula aku tak mampu. Biarkan ia tahu, aku masih diam. Aku menetap sebagai orang yang ia kenal dulu. Sebagai orang yang katanya ia cintai dengan tulus. Sebagai anak yang menemukan apa arti mencintai sesungguhnya. Kemudian tinggallah luka di sekujur hatinya.
Semoga ia membaca. Dari aku yang jatuh cinta.
Ah lemah. Baru menulis beberapa kalimat, mata ini berkaca-kaca. Mengingat semua tentang dia. Bahagianya saat bersamanya. Meski tak melakukan apa-apa. Yang penting berdua. Rasa kecewa yang pernah hadir. Sampai saat ini belum enyah juga dari ingatan. Aku kalah di hadapannya.
Dialah orang pertama yang mampu membuatku bungkam. Entah apa kehebatannya hingga ia sanggup meluluhkan ego yang bersarang keras di kepala. Senyumnya bisa meredakan amarahku yang kian memuncak. Dengannya aku belajar menjadi dewasa. Berdua bersamanya aku mengenal suka, juga duka.
Sekian lama aku dan dia menjalin romansa, banyak hal memorabilia. Jika boleh mengaku, sejauh ini ia adalah cinta terbaik sepanjang masa. Hanya dia. Baru dia. Aku bersumpah, demi semesta.
Hingga suatu hari aku sadar, aku bukan orang baik untuknya. Tentangnya aku tak bisa tenang. Cemburu menggema ketika tahu ia lebih dekat dengan orang lain di luar sana. Aku iri pada orang-orang itu yang dengan mudahnya dapat tahu cerita tentangnya. Sedangkan aku? Aku buta. Betapa aku bodoh saat ditanya kabarnya bagaimana. Orang macam apa aku yang tak tahu apa-apa perihal kekasihnya? Iya, tak pantas aku mendapatkan hal sebahagia bersamanya.
Aku bukan orang baik untuknya. Aku hanya orang penuh emosi berapi-api, tak pantas menerima tulusnya cinta yang ia miliki. Pernah aku berjanji akan menjaganya. Barangkali cara terbaik adalah dengan membiarkannya tidak berada di sampingku. Jangan ia terluka karenaku. Tak kan kubiarkan tangan ini membuatnya menuai air mata.
Kepergian kali ini bukan karena mememukan orang lain. Melainkan karena tak ingin seseorang yang dicintainya terjadi apa-apa. Aku mencintainya. Aku pernah terluka karenanya. Kecewa pun mendapatkan tempat yang pas di depan mata. Di sini, di dalam sini hanya ada satu hati yang ingin menenangkan diri, tanpa diisi apa-apa lagi selain mimpi. Mencintai orang lain selain dia pula aku tak mampu. Biarkan ia tahu, aku masih diam. Aku menetap sebagai orang yang ia kenal dulu. Sebagai orang yang katanya ia cintai dengan tulus. Sebagai anak yang menemukan apa arti mencintai sesungguhnya. Kemudian tinggallah luka di sekujur hatinya.
Semoga ia membaca. Dari aku yang jatuh cinta.
Comments
Post a Comment