Malam Minggu terakhir tahun 2020, katanya. Bagaimana isi 2020 ini? Sepertinya cerita ini akan kusimpan sampai angka 20 berganti menjadi 21. Tidak perlu buru-buru menyimpulkan sebutan tahun ini. Sekali lagi, 2020 belum berakhir.
Hujan tumben sekali tak berkunjung. Sebagai gantinya, pendar cahaya rembulan tampak anggun dikelilingi gemintang. Segera kuambil kamera, bermaksud mengabadikannya. Namun mataku memilih tak ingin berbagi momen indah ini dengan apa pun.
Di sela-sela jatuhan sinar kuningnya, dan tak lupa kopi hitam di meja, terbesit sebuah cerita lama yang sepertinya ingin hidup lebih lama. Tiba-tiba sebuah pesan datang menanyakan kabar. Nama pengirimnya pernah membuat dada berdebar sedemikian hebat. Hingga rasa itu kini muncul kembali setelah tenggelam sekian lama.
Aku masih ingat semuanya. Bagaimana ia menghargaiku, memperlakukanku, dan mendukungku. Ia melakukannya dengan tepat.
Bayangkan, seseorang tak kasat suara ini berubah perlahan. Tawanya yang dulu tertahan, sekarang menggelegar. Mata yang dulu enggan menunjukkan tangis kini berhasil menunjukkan berbagai wujud emosi. Hanya saja, benar, mulut anak ini belum fasih mengutarakan rasa.
Pernah suatu kali mulutku betul-betul bungkam saat ia bertanya apa arti hubungan itu. Ia tahu aku tak mampu menjawab. Ia tahu dalam hatiku mengalir serangkai kata-kata indah terhadapnya. Sayangnya, untaian itu harus tenggelam sebelum sampai ke ujung. Dengan nada pasrah, ia memintaku menuliskan prosa. Tentu perihal aku dan dia. Tak kurang, tak lebih, kudapati ia tersenyum penuh luluh.
Ah, malam macam apa ini? Bayangan-bayangan masa lalu hadir tanpa kuketahui peristiwa apa yang mengharuskannya datang sekarang.
Waktu itu ia pernah bilang bahwa dua orang yang saling mencintai akan terikat benang imajiner bernama firasat. Sering terjadi, batin kami terhubung. Bekunya bibir tak lagi berarti. Dalam diam kami mampu menjalin komunikasi. Lantas, apakah benang ilusi itu masih ada? Untuk apa?
Hingga berganti hari, tanda tanya belum menemukan titik. Kubiarkan asap kopi menguap hilang di udara. Bersamaan dengannya, aku tahu satu pintu yang pernah tertutup rapat kini terbuka kembali. Biarlah ia terbuka adanya. Pemiliknya tak memaksa menunggu atau berlalu.
Comments
Post a Comment