Skip to main content

Posts

Teruntuk yang Terpilu

Telah kau tanam apa yang tidak aku tanam. Ini sudah mengakar. Bahkan ia telah tumbuh. Ia tumbuh begitu kuat, rindang, lebat, dan sejuk. Di antara beberapa yang ditanam orang lain, ia yang terhebat. Ia menunjukkan kekuatan akan kasih dan kepercayaan. Sebuah pondasi menjalin hubungan. Lalu sebegitu mudahkah kau goyahkan? Sesederhana itu kau akan memangkasnya? Seringan kau minta aku meninggalkanmu begitu saja? Kau bercanda? Aku tak pernah bercanda soal hati. Mungkin kau bosan dengan itu. Aku tidak sedang membuat lelucon. Kau yang sering berkata bahwa kita berbeda. Kita berbeda dari yang lain. Apa peduliku? Ketika kuminta kau memilih bertahan atau sudah... Kau ingat? Kau pilih bertahan. Aku berharap kau memilih itu. Dan sampai detik ini aku masih mempertahankan kata kita. Sampai hari ini aku memperjuangkanmu. Aku percaya padamu. Tahukah kau, rasanya kandas? Patah. Sakit. Mungkin benar, risiko mencintai seseorang di luar jangkauan adalah patah dan sakit. Kau, yang kini masih bisa kujangka...

Untuk Kamu yang Terpuja

Aku menyayangimu, utuh. Aku percaya padamu, utuh. Aku bersamamu, utuh. Aku, kamu. Baru kali ini aku sangat terjatuh dalam peluk seseorang. Seseorang yang tak pernah kubayangkan hadir. Seseorang yang ternyata mampu melabuhkan hatiku padanya. Seseorang yang entah datang darimana dan bagaimana ia bisa membuatku sebegini jatuhnya. Seseorang itu, ia yang sekarang sedang bersamaku. Ia yang mengisi hari dan hatiku. Ia yang menjadi sebab akan rindu. Kamu. Seraya aku tak mampu berkata "Aku sayang kamu", aku tetap menyelami matanya. Kulihat lekat-lekat kelam bola matanya. Aku tak berkata apa-apa. Aku hanya menikmati pemandangannya. Karena, sebanyak apa bibir berkata, ada satu bagian tubuh yang bicara lebih banyak makna yaitu mata. Aku suka matanya. Mata yang mampu membuat waktuku beku. Mata yang memaksaku memandangnya sampai aku tak pernah bosan. Mata yang menjadi sebab akan rindu. Ialah mata kamu. Kamu. Kamu. Bagai sepercik air di gemuruh padang pasir, engkau sejukkan kosongnya kal...

Ilusi Minggu Malam

Kamu tahu, ada begitu banyak manusia sudah tidak lagi bertingkah seperti manusia. Manusia yang pandai menyakiti, yang bisa dengan mudahnya mengingkari janji, yang tidak peduli pada kebahagiaan selain kebahagiaan yang ia miliki. Dan melakukan semuanya tanpa merasa sedikitpun bersalah. ------------------------- Tidak ada putus cinta secara baik-baik. Bila memang harus berakhir, aku ingin mengakhirinya dengan bijaksana. ------------------------- Aku tidak mudah sedih oleh hal-hal rumit. Tapi aku terluka oleh hal-hal sederhana. Dilupakan misalnya.

Aku yang Tak Mampu Berbohong

Mencintaimu bukanlah hal mudah. Setiap saat bersamamu, aku menikmati momen menyenangkan itu. Di satu sisi, ketika aku sendirian, aku memikirkanmu. Banyak pikiran berkecamuk. Sulit sekali kurasa agar bisa merasa utuh denganmu. Tapi, tak bisa kubohongi hati ini yang membutuhkanmu. Hati yang lemah tanpa kehadiranmu. Hari yang hampa tanpa segala tentang kamu.

Tentang Hati yang Mengadu

Pada setiap kesempatan yang ada, aku jatuh cinta. Di setiap pertemuan kita, kau mengajariku bahagia karena cinta. Ada pula ketika kita tidak berjumpa, rindu begitu menyiksa. Tapi, memastikan dan mendapatimu baik-baik saja sudahlah melegakan. Kecewa, rasa yang pasti akan muncul kepada siapa saja. Terlalu sayang, kecewa datang. Terlalu cinta, kecewa membuta. Ketika kecewa datang, luntur sudah semua kepercayaan. Hanya tersisa dua pilihan: bertahan atau sudah. Jatuh cinta dan kecewa, dua hal yang dapat datang beriringan. Karena ketika merasakan kasih sayang, akan menanggung risiko kebencian. Sayang, rasa ini terlalu besar. Bahkan besar untuk aku yang tak pernah sejatuh ini pada cinta seseorang. Kau merubah segalanya. Kau buat aku tersenyum atau marah. Itulah kita. Harus ada senyum karena tujuan kita adalah untuk bahagia. Kadang butuh marah agar kita belajar menjadi pribadi dewasa. Lain dengan kecewa. Marah kita bisa obati dengan tawa dan permintaan maaf. Kecewa? Maaf saja tidak cukup. ...
Tak perlu memaksakan kebenaran untuk menjadi kebahagiaan. Kadang butuh ilusi agar bahagia.
Ada orang seperti ini. Hanya dirinya yang tahu bagaimana dia. Dalam sepi yang tidak berarti kesepian. Dalam diam yang tidak sepenuhnya hening.