Skip to main content

Posts

Akhir

Malam Minggu terakhir tahun 2020, katanya. Bagaimana isi 2020 ini? Sepertinya cerita ini akan kusimpan sampai angka 20 berganti menjadi 21. Tidak perlu buru-buru menyimpulkan sebutan tahun ini. Sekali lagi, 2020 belum berakhir.  Hujan tumben sekali tak berkunjung. Sebagai gantinya, pendar cahaya rembulan tampak anggun dikelilingi gemintang. Segera kuambil kamera, bermaksud mengabadikannya. Namun mataku memilih tak ingin berbagi momen indah ini dengan apa pun.  Di sela-sela jatuhan sinar kuningnya, dan tak lupa kopi hitam di meja, terbesit sebuah cerita lama yang sepertinya ingin hidup lebih lama. Tiba-tiba sebuah pesan datang menanyakan kabar. Nama pengirimnya pernah membuat dada berdebar sedemikian hebat. Hingga rasa itu kini muncul kembali setelah tenggelam sekian lama.  Aku masih ingat semuanya. Bagaimana ia menghargaiku, memperlakukanku, dan mendukungku. Ia melakukannya dengan tepat.  Bayangkan, seseorang tak kasat suara ini berubah perlahan. Tawanya yang dulu te...

Pernak-Pernik Pena 90 Part 2

Konsep matang. Langkah selanjutnya adalah merekrut anggota tim. Seluruh divisi dibentuk. Mulai dari bendahara, acara, perlengkapan, dokumentasi, humas, kesekretariatan, dan konsumsi. Struktur kepanitiaan terbilang pendek. Tidak banyak hal-hal khusus berkaitan dengan surat menyurat karena ini murni kegiatan atas nama pribadi, bukan instansi. Walaupun tim yang kami rekrut adalah teman-teman satu jurusan. Beruntung sekali kami memulai Pena 90. Salah satu kawan kami ada yang jago dalam hal desain. Atas dasar kekancan (pertemanan) ia segera meracik warna-warna yang kemudian dipadukan dengan tulisan menarik ke dalam sebuat pamflet. Entah ada berapa kali revisi saat itu. Keseringan skripsi direvisi, pamflet kegiatan pun tak luput dari kata revisi. Terlatih direvisi. Selesai memutuskan desain pamflet, tim segera mencetak, lalu menyebarkannya dengan menempelkan ke mading-mading kampus. Tidak hanya itu, media sosial menjadi ajang promosi masal. Selain mengumpulkan donasi dari teman-teman se...

Pernak-Pernik Pena 90

  Maret 2015. Kala itu saya adalah mahasiswa akhir yang satu tahun lebih berkutat pada skripsi. Tugas maha mulia ini saya kerjakan sejak kira-kira Februari 2014. Dengan berbagai intrik dan segala drama, skripsi menjadi teman setia sepanjang malam. Penat dan jenuh menjadi pengisi irama mengerjakannya. Tak tertinggal, segala bentuk tawa pereda bersama teman-teman seangkatan yang berjuang bersama. Target satu semester luput. Molor berbulan-bulan. Sampai saya sendiri malas menghitung. Hal ini menjadikan semester-semester akhir terasa lama. Ingin lekas mengakhiri, tapi skripsi tak kunjung berakhir. Bermaksud lulus berpredikat lulusan termuda, ternyata semua asa menjadi sia-sia. Adalah kebiasaan saya dan teman-teman saya berkumpul. Sekadar makan bersama di zaman semester tua menjadikannya nikmat luar biasa. Melihat beberapa teman di jurusan lain mulai mengangkat toga, saya masih bercengkerama mesra dengan skripsi. Ada saatnya saya merasa kalah. Namun, katanya, setiap manusia punya ...

Hening

Hening. Mata menyayu. Biru menderu. Kau kelabu.  

Barangkali...

Selamat malam, kamu. Apa kabar? Kau merindukanku? Kau tahu, mungkin orang-orang di sekitarku mengira aku baik-baik saja. Nyatanya tidak. Namamu terlalu melekat. Hanya engkau yang selalu terbayang saat aku tidak melakukan apa-apa. Malam hari sebelum lelap, kau kembali mengisi. Usai membaca buku, lagi-lagi kau hadir berlarian tanpa arah di dalam alam bawah sadarku. Barangkali dengan begitu, kenangan menjadi alasan hati ini masih mampu menerima dan memaafkanmu. Ya, itu adalah kebodohan paling sengaja yang kubuat. Apakah rasa itu masih ada? Apakah rindu masih menjadi tiang utama menjalin segala yang pernah? Aku percaya, perihal mencintaimu, aku bisa melakukannya dengan segera. Tanpa aba-aba. Tanpa kau meminta. Semua terjadi begitu saja. Semesta selalu tahu cara mengatur sebuah perasaan yang belum sirna. Barangkali dengan begitu, kita menjadi pasangan paling beruntung di dunia. Tak perlu tertatih dan merangkak terluka, semuanya baik-baik saja. Lalu kita akan menjadi ratu dan raja pengua...

Lelah yang tabah

  Perasaan kosong Getir Menyisa kata lalu Berkelebat hebat Menyambangi tiap detak   Pandangmu berkisah Senyummu kembali berulah Aku melihat pasrah Dalam dada menghembuskan lelah    

Seuntai Harap Menjelang September

Aku mencintaimu tanpa sebab. Memelukmu setiap malam diiringi doa munajat. Segala bentuk berkas cahaya mewakili berbagai rasa. Kagum, rindu, entah tampak berliku. Senyum Nampak tercipta setiap aku melihat dirimu. Jengkal demi jengkal indahmu barangkali boleh kuanggap mutiara. Hanya aku yang pantas memilikinya. Malam ini sengaja kuliburkan mata. Enggan menodai senja dari makhluk luar biasa sepertimu. Kau adalah kau. Tak kubiarkan pula senja mengganggu tempat duduk kita. Senja adalah senja. Kau dan senja tak boleh bersama. Aku tak sekuat itu. Aku terlalu kacau di hadapan kalian, Sayang. Larut petang kumanjakan telinga dengan asupan karya-karya Dave Kov. Raguku mengaku kau tak paham kegemaranku. Alunan melodi apa yang masuk akrab di telinga. Kecap masakan apa yang bersedia hinggap di lidah. Warna langit apa yang mampu menarik mata tanpa enggan berkedip. Tak apa. Kau punya dunia. Di dalam duniamu ada aku yang fana. Langit bumiku mengatasnamakan kau. Jauh pada senyum simpulmu, berbag...