Hal terindah di dunia ini bukan lagi sekadar fiktif belaka. Berada di
antara mimpi dan realita, aku mencoba menyambangimu. Dari garis yang entah di
mana, aku melihat kedua sorot matamu. Menunggumu berjalan menghampiriku dan
tersenyum padaku. Indah bukan? Ya, bahagia itu cukup sederhana.
Aku melihat kau berjalan pelan. Sejenak mata kita saling bertatap. Aku
masih menunggu senyum manis tersungging di bibirmu.
Tuhan, sepertinya aku menggila! Angin sepoi-sepoi mengibarkan rambutmu
pelan. Tentu saja itu menambah betapa eloknya engkau. Tanganmu lalu merapikan
rambutmu yang tertiup angin. Beruntung sekali angin itu, seenaknya saja
membelai rambut pujaanku.
Detik demi detik berjalan seirama dengan langkah kakimu. Namun tak senada
dengan detak jantungku yang semakin kencang.
Aku masih menunggumu. Alih-alih, aku membuang pandangan darimu agar kau tak
tahu apa yang sedari tadi ku lakukan. Ku lihat kanan kiri, mencoba menenangkan
perasaan dan mengatur nafas yang memburu. Ah, hanya karena satu orang saja aku
sudah kehilangan kendali. Kau memang luar biasa!
Aku masih memainkan kedua bola mataku. Tiba-tiba mataku memandang satu
titik yang bagiku sangat sempurna. Tepat di hadapanku, aku melihat seorang yang
sangat sempurna. Tuhan memang adil. Dia menulis hari ini, hari pertemuan kita.
Rambutmu masih terlihat berantakan karena angin tadi. Tak hanya itu, aku
tahu kau lelah dengan hari ini. Pun sama denganku. Aku lelah menunggumu.
Lagi, tepat di hadapanku, kau tersenyum padaku. Senyum yang sangat aku
nantikan. Senyum yang mampu membuatku tidak tidur semalaman. Senyummu seorang.
Oh lihatlah, dunia mungkin sedang menertawakanku sekarang. Mukamu mungkin
sudah memerah seperti tomat rebus. Beruntung jantungku ada di dalam. Jika ada
di luar tubuh, mungkin kau akan tahu betapa kencangnya detak jantungku saat
ini. Ketika itu terjadi, angkasa pun tak sanggup menahan gemanya. Percayalah.
Senyum simpul dan anggukan kepalamu menandakan salam hangat satu ikatan
yang terjalin setelah pertemuan kita beberapa bulan yang lalu. Ku balas
sapaanmu dengan senyuman. Bahkan hanya untuk sekadar senyum pun aku tak
sanggup.
Aku tahu ada jarak yang memisahkan kita. Ya, jarak itu memang sebenarnya
tidak ada. Tapi bagaimanapun, jarak itu pasti ada. Aku merasakannya. Kau juga.
Jarak itulah yang membuat aku tidak bisa bersamamu. Karena jarak itu pula
kau tak bisa dengan leluasa duduk di sampingku meski hanya untuk berbagi
cerita.
Tapi aku bersyukur, Tuhan menciptakan jarak itu agar aku berusaha terlihat
mempesona di matamu. Aku berusaha menarik perhatianmu dan aku mencoba untuk
membaca apapun yang ada di dirimu dari jarak itu.
Mungkin pertemuan kita tidak akan lama. Sepertinya ini akan segera
berakhir. Beberapa hari lagi.
Akankah aku mampu memperkecil jarak kita? Jujur, aku ingin. Tapi aku
terlalu takut untuk melakukannya.
Ah, tak baik hanya berkeluh kesah. Aku rasa hidupku sudah bahagia hanya
dengan mengenalmu. Semoga Tuhan bermurah hati dengan tidak menghapus diriku
dari memorimu.
Terimalah salam dariku, orang yang diam-diam mengagumimu.
Comments
Post a Comment