Tak bosan aku berkata bahwa aku pernah mencintai seseorang dengan amat sangat. Setiap hari aku jatuh cinta padanya. Matanya, senyumnya, tingkah lakunya, segala di dirinya aku cinta. Ia telah menjadi candu, saat itu. Saat aku sedang terbang di ketinggian tanpa batas. Aku berselancar berirama imaji hidupku dengannya. Yang pada nyatanya, kami memang dimabuk asmara.
Aku pernah mencintai seseorang hingga rasa itu berubah jadi benci. Benci yang entah kenapa tak bisa hilang begitu saja. Ia yang dulu aku harap tak akan terganti, kini harus aku hapus. Lantas bagaimana aku mampu melumpuhkan ingatan tentang seseorang yang pernah aku harap tidak akan pergi dari hidupku? Bukankah sama halnya dengan menyakiti diri sendiri?
"Selamat pagi..."
"Jangan lupa makan ya."
"Nanti ketemu yuk."
Beberapa ucapan sederhana dengan kesan luar biasa. Pesan singkat yang notifikasinya paling aku harap segera muncul di layar ponsel. Bahkan, menunggunya menjadi alasan aku tetap berdiri di bawah terik dan hujan.
Dunia memang menyenangkan ketika cinta yang tumbuh kini harus tumbang. Dipaksa tumbang tepatnya. Kapan bergegas?
Comments
Post a Comment