Skip to main content

Posts

Rotasi

Kita pernah bersama. Sampai detik ini tak jarang kita saling memandang. Meski bicara tak sepadan, interaksi selalu terjalin aman. Sempat memang beberapa kali kita tak saling bersahutan. Sekali muncul namamu di layar, senyum ini tak kuasa terkembang. Benarkah muncul rasa nyaman? Seiring waktu berjalan aku tak tahan jika dirimu belum hadir di permukaan. Mata ini mencari-cari tujuan. Pedih jika kau tak kunjung kutemukan. Lalu tergerak nalar memulai percakapan maya. Namun luntur oleh ego yang membabi buta. Dan ketika kau di ujung mata, tahukah kau bahwa di sini ada yang sedang terbang jiwanya. Lupa membawa raganya. Kubiarkan hal ini mengalir sedemikian rupa. Aku tak memberi batas. Meski rasa entah berbalas, ingin saja hati merasa puas.

Candu Tiada Satu

Teruntuk seseorang penggenggam rindu. Tanpa kamu, aku tak akan mengerti beratnya berpisah. Karena kamu, aku paham bagaimana cara menghargai pertemuan. Denganmu hidupku terasa lebih hidup. Rindu kepadamu telah menjadi candu. Sedikit terhitung temu namun engkau mampu membiusku masuk ke segalamu. Bahkan di pagiku kau menjadi hal pertama yang terpikir pada sujudku. Bayang-bayang masa depan begitu indah bersamamu. Haruskah aku mengungkapkan itu? Di lain sisi aku tahu kita tak seharusnya bersatu.

Kemarilah Wahai Hati yang Pergi

Di bawah langit malam aku melihat bintang. Beratap awan menjelma dirimu. Tak henti angin berhembus pelan menerka-nerka rindu. Ada sepasang bola mata terbesit dalam kelamnya langit. Ada senyum yang diam-diam aku amati muncul dalam angan. Ternyata benar, jatuh hati butuh berjuang. Meski semua tahu kadang berusaha harus sendirian. Kau tahu, aku adalah seorang pengembara. Jauh-jauh aku berjalan tanpa lentera agar aku tersesat di hatimu. Aku juga dapat menjelma menjadi pendaki. Jalanan terjal aku hadapi tuk menggapai asa kita bersama. Terkadang aku berubah bagai seorang pujangga. Kata demi kata aku rangkai berdalih engkau luluh olehnya. Itulah aku. Aku bisa berubah sewaktu-waktu. Menjadi apapun. Tak lepas dari satu tujuan. Kamu. Engkau. Kepada malam ini aku bersaksi bahwa segalanya telah bermuara. Darah yang mengalir di dalam tubuh ini mengisyaratkannya. Di setiap sudut mata ini menatap, ia tahu siapa yang baru saja menetap. Oleh jemari yang bertautan, mereka menuliskan namamu abadi dalam...

Sajak sebelum Pergi

Pernah pada malam itu ponselku berdering. Ada satu pesan masuk. Sebuah pertemuan baru akan terjadi pikirku. Bagaimana aku harus bertahan dengan segala bentuk perpisahan disini menjadi tanda tanya besar. Seperti apa langkah selanjutnya agar yang berpindah dapat menetap menjadi hal matang yang harus dipikirkan. Apakah semudah itu menjadikan pertemuan dan perpisahan sebagai drama? Beberapa kali pertemuan diiringi dengan kenyamanan yang tumbuh di dalamnya. Rasa yang menjadikan segalanya. Saling mengisi, melengkapi, memperhatikan, memiliki, semula acuh kini berpengaruh. Seperti cermin, mereka adalah sama. Seolah dendam, ia tak ingin terbungkam. Kemudian perpisahan itu menjadikannya diri yang ingin terbang. Tanpa haluan. Beberapa kenangan diciptakan untuk abadi. Sisanya dibiarkan pergi. Memandang senyum-senyum itu aku merasa abadi. Di sisi lain tak dipungkiri, seseorang juga harus pergi. Bukan meninggalkan, hanya merasakan kebahagiaan dari sisi lain. Jika angin mampu membawa pesan, akan ku...

Barangkali Kamu adalah Satu

Sahabat paling dekat saat ini adalah kenangan. Aku tak pernah tahu kapan ia muncul dan hilang. Ia hadir tanpa tanda. Tanpa isyarat. Apakah karena hujan, musik, atau bahkan ketika mencium bau suatu parfum. Terkadang ingatan-ingatan itu membuat semuanya mundur seolah aku kembali pada waktu itu. Apa kau juga merasakan hal sama? Aku tak yakin. Lama tak berkabar denganmu membuat gundah mereda. Sayangnya aku tak bisa memilih kenangan mana yang menetap di kepala. Selalu isi kepala ada tanpa permisi. Bahkan tentang namamu, tak ada yang terhapus sedikitpun. Meski keinginan kuat melupakan berjalan beriringan. Saat aku memikirkan ini, wajahmu terlintas. Kemudian aku bertanya apakah kau mengalami hal yang sama? Ataukah hanya aku saja yang tak bisa melangkah? Seberapa jauh kaki menginjak, kau tetap menjadi rumah kuberpulang. Seberapa lapang jarak kumemandang, kau tetap menjadi tujuan. Dan seberapa banyak hati yang hinggap, kau menjadi yang paling tak tergantikan. Begitulah adanya. Aku yang pada...

Sepasang Arah yang Berlawanan

Saat seperti ini rindu terasa amat berat. Pasalnya rindu ini seharusnya bukan milikku. Peraduannya lepas sudah. Aku hanya serpihan masa lalu yang siap terbuang, tanpa dikenang. Jamuan malam selalu sama. Apakah aku mencintaimu teramat sangat? Jika itu benar, kenapa kau selalu bilang kita adalah sebuah kesalahan? Mengapa pula kita berujung pisah? Tak bisakah kita melangkah menuju masa depan yang megah? Tanda tanya biarlah terjawab oleh semesta. Jika dulu kita adalah sepasang senja dan jingga, sekarang kita menjelma menjadi siang dan malam. Jika dulu kita adalah bintang dan malam, sekarang kita hanyalah mentari dan hujan. Jika kemarin kita adalah dua hati yang saling mengisi, kini kita adalah sepasang nurani yang diam-diam pergi. Aku sering meminta waktu berputar mundur. Bukan untuk memperbaiki segalanya, melainkan bagaimana caranya agar aku tak bertemu denganmu. Lalu aku tidak mengenalmu. Dan aku tak akan menjadi pecundang yang kian murka akan betapa agungnya kata cinta. Cinta. Karen...

Senja dan Luka yang Sama

Senja ini masih sama. Tentang luka yang selalu bercengkerama. Mendekap merona pada jingga. Laksana buih debur ombak saling mengejar. Berteriak... Meminta satu nama. Kuletakkan cangkir kopiku di ujung pasir. Sembari meraih angin yang memelukku. Namamu berbisik. Merdu. Menyayat. Luka ini masih basah.