Setiap lagu punya kenangan
sendiri bagi pendengarnya. Ketika lagu-lagu itu didengar, seketika berbagai
kenangan akan datang berkelebat di depan mata. Baik kenangan baik atau buruk, bagaikan
bumbu yang memberi rasa dalam kehidupan seseorang.
Secara subjektif, aku punya
beberapa lagu kenangan yang sampai sekarang jika lagu itu kuputar, semua
kenangan masa lalu selalu mengikutinya. Kenangan masa muda yang tak pernah
padam terhembus angin keharuan. Karena di setiap jengkal, mereka punya rindu yang
menunggu untuk disampaikan.
SMA, masa indah dunia remaja
berbalut putih abu-abu. Putih karena kesucian ikatan tali tak terlihat bernama
persahabatan. Abu-abu karena seorang anak SMA masih belajar mengenal hidup,
bersiap melangkah ke kehidupan yang jauh lebih kejam.
Setiap hari di kala itu selalu
menyiratkan makna. Setiap canda tawa bahkan tangis yang terdengar seakan
menjadikan masa SMA memang sangat berarti. Ketika pertama kali mengenal
kebersamaan.
Ada banyak melodi menggaung di
berbagai sudut tempat itu. Nyanyian para peri kecil menambah elok suasana putih
abu-abu yang perlahan mulai melekat. Alunan nada yang kian berteriak memanggil
seluruh isi sekolah untuk menikmatinya dari waktu ke waktu.
Banyak kenangan terukir di sini. Tepat
di bangku ini, ruang kelas ini, kantin, lapangan basket, tak ada yang tak
menyisakan memori. Pun dengan lagu yang dibawakan.
Tipe X, Selamat Jalan
Lagu pertama yang aku dan kalian
nyanyikan di kelas. Waktu itu masih awal kita ada di kelas XI. Tak banyak yang
aku tahu tentang kalian. Bagiku kalian adalah lautan biru yang harus aku selami
untuk menemukan harta karun.
Aku masih ingat jelas, waktu itu
kita duduk di depan kelas, mengenakan seragam olah raga dan serentak
menyanyikan lagu itu, Selamat Jalan dari Tipe X. Merasa seperti tempat milik
sendiri, dengan percaya diri kita menyanyikan lagu itu begitu lantang. Tak ada
yang berani menghentikan aksi kita. Mungkin kecuali ada guru yang menegur.
Yah, lagu pertama yang kita
nyayikan bersama. Semoga kalian tidak lupa. Lagu pertama sekaligus menandai
awal perjumpaan kita. Awal dimana kita akan memperbaiki rumah tempat kita
tinggal.
Westlife, Seasons in The Sun
Ingat ketika ada diklat bahasa
Inggris selama beberapa bulan di awal masuk kelas XII? Ya, aku masih
mengingatnya.
Setiap pagi pukul 06.00 kita
harus sudah duduk manis di dalam kelas, bersiap memulai bermain-main dengan
bahasa Inggris. Sepulang sekolah kita masih diwajibkan berkutat dengan bahasa
Inggris juga. Seakan-akan entah berapa bulan itu kita hidup untuk bahasa Inggris.
Menyenangkan. Sebagai kelas
Bahasa, tentu kita harus punya kemampuan berbahasa melebihi kelas lain. Benar
tidak? Tentu benar.
Lagu Seasons in The Sun dari
Westlife mengiringi perpisahan kita dengan para tutor. Setiap kali kita bosan
dengan materi, kita menyanyikan lagu itu bersama. Bahkan ketika jam istirahat,
lagu itu dengan seenaknya mengalun menggema di ruang kelas.
Masih ingat ketika hari terakhir
diklat yang sekaligus perpisahan dengan para mentor? Aku yakin kalian pasti
tidak akan melupakan ini. Kita bermain drama bahasa Inggris. Biasanya kita
hanya pentas drama berbahasa Indonesia di depan khalayak, saat itu kita menjadi
luar biasa. Berbagai penjuru menyaksikan drama roman komedi milik kita.
Ya, kita memang telah membuat season untuk kita kenang. Bersama awan, angin
dan langit, kenangan itu menggantung di angkasa. Angkat kepala kalian, lihat ke
atas, kenangan-kenangan itu akan menyapa kalian dari atas sana. Mereka menunggu
untuk diceritakan kembali.
Nano, Sebatas Mimpi
Masih ingat novel Seventeen Years
of Love Song? Itu novel yang sempat menjadi primadona di antara kita. Waktu itu
kita sudah kelas XII, bukan lagi kelas XI.
Masih ingat ketika kita menangis
membaca novel itu? Ketika semua dari kita selesai membaca novel itu, paginya
kita bercerita tentang isi novel itu, dan kita semua menangis. Air mata pagi
hari yang menyejukkan.
Ini bukan hanya tentang novel,
tapi juga tentang lagu yang sengaja kita cocokkan untuk menjadi soundtrack novel itu.
Sebuah cinta tak terbalas. Cinta
yang belum sempat terucapkan. Cinta yang masih tersangkut di tenggorokan,
menunggu perpisahan.
Bondan Prakoso, Kita Selamanya
Perpisahan adalah salah satu hal
menakutkan di dunia ini. Ia selalu datang kapanpun ia mau, tanpa permisi. Dan sebenarnya
aku sangat membencinya.
Tepat di hari pelepasan kelas
XII, band dari kita menyanyikan lagu ini.
“Bergegaslah kawan, sambut masa
depan, tetap berpegang tangan dan saling berpelukan. Berikan senyuman tuk
sebuah perpisahan. Kenanglah sahabat, kita untuk s’lamanya.”
Sepenggal lirik yang mampu
membuat bulir bening jatuh membasahi pipi. Lagu termanis yang pernah kita
dengar saat itu. Kau tahu, asal kalian percaya, ketika aku menulis ini tanganku
bergetar. Banyak kata-kata yang tak mampu kutuliskan di sini. Tapi percayalah,
jiwaku masih mampu menyimpan semua kenangan itu.
Nah, ada 4 lagu yang kurasa
adalah lagu yang paling berkesan selama kebersamaan kita. Masih ada banyak lagu
lagi yang menandai waktu kita, tapi bagiku yang memiliki makna terdalam adalah
4 itu.
Karena kenangan kita tidak hanya
terrekam oleh lagu, tapi juga banyak hal lain yang mampu mengabadikannya. Sekali
lagi, kenangan itu masih dan akan selalu menggantung di langit. Ketika kau
rindu, angkat kepalamu, lihatlah langit, dan kenangan itu akan melambaikan
tangan padamu.
Comments
Post a Comment