Skip to main content

Kenangan PPL

          Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Tepatnya pada semester 7, aku mengambil PPL. Berbagai persiapan mulai dari beli baju, persiapan mental, belajar lebih giat, dan yang pasti uang.
             Banyak hal tak terduga terjadi di PPL. Aku masih tidak menyangka ternyata aku sudah semester tua. Sepertinya baru kemarin saja aku masuk jadi maba Unnes, eh sekarang mau lulus. Sungguh, waktu berjalan begitu cepat. Karena terlalu cepatnya, kita sering melupakan waktu.
              Kembali ke PPL, aku memilih PPL di SMA 2 Semarang. Dari dulu aku memang ingin PPL di sini karena sudah lumayan kenal dengan guru bahasa Perancisnya. Yah siapa tahu karena sudah (lumayan) kenal jadi bisa nambah nilai, tapi yang namanya nilai kan bergantung pada kemampuan kita. Kalau kemampuan kita pas-pasan ya nilainya juga pas-pasan kayak mukanya. Ada banyak perjuangan selama aku PPL di sini. Jam 6 pagi harus start berangkat dari kos, gunungpati, naik turun gunung dengan jalan yang begitu indah seperti permukaan bulan yang tidak rata. Di jalan terpaksa berebut ruas jalan dengan pengendara motor, mobil, angkutan dan bus. Polusinya itu lho bikin wajah jadi tak seindah biasanya. Masa ketemu murid dengan wajah hina dina kotor terkena polusi? Helloh, gengsi dong!!
              Itu baru perjuangan berangkat, belum di sekolah. Ngajar dan belajar, dua kegiatan berbeda namun bisa dilakukan dalam satu waktu. Aku mendapat jatah mengajar 5 kelas. Sebenarnya 10 kelas tapi dibagi dengan satu partnerku (baca: peliharaan), jadi aku dan dia masing-masing dapat 5 kelas. Satu kelas tetap dipegang satu orang, tapi yang lain bisa ikut masuk dan mengawasi di belakang. Misal aku mengajar, nah partnerku tadi di belakang, kata muridku dia jadi satpam hhe.
            Aku mengajar di kelas XI IA 1, XI IA 3, XI IA 5, XI IS 1 dan XI IS3. Kelasnya lumayan enak. Murid-muridnya bisa diajak kompromi. Yah walaupun kadang ada yang rame, tidak memperhatikan pelajaran, main hp, bahkan tidur, itu wajar. Nakal memang, tapi nakalnya ya nakal anak SMA. Ada juga murid yang pendiaaaaaaaammmm banget. Cowo, duduk di depan. Aku pernah menunjuk dia untuk menjawab pertanyaan, eh dianya malah diam seribu bahasa. Krik krik...! Spontan aku merasa dikacangin. Salah sih, memang dia orangnya seperti itu, pendiam banget :(
Aku mau cerita perkelas. Pertama dari XI IA 1.
           XI IA 1, anaknya pinter-pinter. Orangnya serius, paling cepet nerima pelajaran, gas pol rem dol. Suka kelas ini karena anaknya gampang nangkep pelajaran. Kalau diajak bercanda juga enak. Kadang suka ngeblank kalau di kelas ini, soalnya suasana kelas yang mendukung. Adem, AC nyala, gelap remang-remang, enak buat tidur. Bawaannya tiap masuk kelas ini jadi ngantuk. Tapi untuk menjadi seorang guru tentu harus punya kualitas ilmu "percocotan" yang baik dong. (artikan sendiri).
           Selanjutnya ke XI IA 3. Enak! Banyak anak bisa diajak bercanda. Pinter, santai, woles, aktif, manja. Salah satu kelas favoritku di SMA 2 Semarang. Masuk kelas ini bawaannya pengen ketawa. Lihat muka-muka polos murid-murid. Ada salah satu murid yang polos banget. Saat aku bercerita tentang La Maison Française, "Une Cave" (ruang bawah tanah) digunakan untuk menyimpan anggur atau wine. Aku bilang. "Orang Perancis minum anggur bukan untuk mabuk-mabukan ya, tapi untuk menghangatkan tubuh." Eh si dia tiba-tiba tanya dengan muka polos "Loh buk anggur kok buat mabuk-mabukan??" Seketika aku merasa dipukul oleh tangan emas si Kian Santan, tokoh film bertubuh kecil di salah satu stasiun televisi swasta yang banyak ditonton anak kecil. "Ini bukan anggur buah sayang" lanjutku, "Ini anggur atau wine." Aku memasang senyum termanis (menurutku) namun sepertinya tidak untuk para muridku. XI IA 3, enak lah pokoknya. Tingkatkan!!
         Next ke XI IA 5. Sebuah momok tersendiri jika mendengar nama kelas XI IA 5. Anaknya pinter-pinter (ya iyalah, SMA 2 Semarang kalau gak pintar gak masuk sini) tapi sekali ngomong mak jleb! Mereka aktif, kepo, asyik ^^ Yang cowo kalau manggil "Buk buk, sini deh" sambil melambaikan tangan dan pasang senyum termanisnya. Geli sih, tapi mau bagaimana lagi. Aku kan guru yang baik hha hoak!!!
      Lanjut ke XI IS 1. Hahh sekali mendengar nama ini bulu kuduk seketika berdiri. Gimana ya? Sebenarnya enak, tapi ada yang aneh di kelas ini dan aku tak tahu itu apa. Kalau pas pelajaran aja kayaknya pada paham, tapi ulangan harian pertama eh remidi semua :(. Katanya mereka lebih suka remidi sekelas daripada sendiri hha mungkin setia kawan kali. Anaknya pinter ngomong, tapi gak pinter menghasut. Tapi fun kok kelasnya. Mereka takut aku hafal nama mereka.
        Terakhir ke XI IS 3! Kelas paling anarkis dan narsis hhe. Di kelas ini anaknya cerewet semua. Mungkin karena cerewetnya mereka, aku sampai lumayan betah ngajar di sini. Dan karena jumlah muridnya cuma 28 anak, jadi aku paling hafal murid kelas ini. Dari akun twitter murid yang aku ampu, kelas inilah yang paling banyak following-ku. Muridnya enak diapain aja. Yah walaupun kadang mereka keluar bandelnya, tapi itu yang mungkin akan membuat rasa rindu ada.
          Ini baru seklumit cerita tentang murid-murid yang kebetulan aku ajar di SMA 2 Semarang. PPL benar-benar memberiku banyak 'rasa' baru. Dari yang malas-malasan sekarang mau tak mau harus menjadi rajin. Dari yang awalnya tidak pernah belajar sekarang harus belajar. Lucu dong kalau di depan murid gak menguasai materi. Gengsi! Dari yang dulunya gak punya motivasi belajar bahasa Perancis, sejak bertemu murid-murid, aku sudah punya motivasi untuk belajar segala yang berbau Perancis.
          Beginilah adanya, PPL. Aku kesini bukan untuk mengajar, tapi untuk belajar mengajar. PPL, kenangan yang tak kan tergantikan.

Comments

Popular posts from this blog

KATA-KATA JRX SID

Kali ini Prima akan mengutip kata demi kata yang pernah dipermainkan oleh sang penggebuk drum di band perompak, Superman Is Dead. Kata-kata JRX SID Buat yg suka mlesetin 'ormas' dgn 'omas'. Sumpah joke kalian ga lucu. Dibayar pun ga akan ada yg ketawa. Adu petarung terbaik yg dimiliki rakyat dgn petarung terbaik milik ormas. Pakai cara purba ketika berurusan dgn manusia purba. Banyak yg setuju: duel adalah cara efektif mengusir ormas dari RI. Saya juga yakin, ormas akan menolak cara itu dgn sejuta alasan. Susah debat sama ormas. Mending ajak duel satu-satu, yang kalah keluar dari Indonesia. Cuma itu bahasa yg mereka mengerti. Kalian yg koar2 menuduh SID menjual fashion ketimbang musik, saya tanya balik, CD SID kalian apakah original? Band bukan parpol. Kalau parpol senang kaos nya di dibajak, band (yg ga berpikir spt parpol) akan kesal jika kaos nya dibajak. Baru saja mengalami pengalaman yg cukup sinematik: mengendarai ombak di bawah hujan lebat. It was fuk

RPP Bahasa Perancis (KTSP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan          : SMA Mata Pelajaran               : Bahasa Perancis Kelas/Semester              : XI/1 Keterampilan                  : Membaca Alokasi Waktu               : 1x45 menit STANDAR KOMPETENSI Membaca Memahami wacana tulis berbentuk paparan atau dialog sederhana tentang “La Vie Familliale”. Kompetensi Dasar Membaca 1.        Memperoleh informasi umum, informasi tertentu dan atau rinci dari wacana tulis sederhana secara tepat. 2.        Membaca nyaring kata, frasa dan atau kalimat dalam wacana tulis sederhana secara tepat. Indokator I.                     Kognitif A.       Produk 1.        Siswa mampu menentukan informasi tertentu dalam teks yang bertema “La Vie Familliale”. (KD 1) 2.        Siswa mampu menggunakan adjectif possessif ke dalam kalimat. B.       Proses 3.        Siswa mampu menafsirkan makna kata di dalam teks yang bertema “La Vie Familliale”. (KD 1) 4.        Siswa mampu

Menemui Arti

Seperti seekor hamster, aku berlari di atas roda putar. Meski rasanya lelah, nyatanya aku tidak berpindah tempat. Hanya menghabiskan waktu dan tenaga yang sia-sia. Semakin kencang aku berlari, semakin tak terarah apa yang kuingini. Di saat aku ingin berhenti, dunia sama sekali tak menunjukkan kabar baik. Hari-hariku terkesan biasa saja. Tidak hujan, tidak cerah. Biasa saja. Terlalu biasa. Tanpa sisa. Seketika aku sedang menepi tanpa mencari, kau datang tanpa permisi. Kehadiranmu sungguh terasa pas walaupun bukan itu yang aku cari saat ini. Apakah mungkin justru ketidaksengajaan inilah yang membuat jalan kita begitu serasi?