Pada tepian senja aku
menceritakan derita. Aku bercerita kepada angin. Kusampaikan semuanya hingga
meneteslah air mata. Seluruh rahasia penyebab nestapa. Sang angin hanya
berhembus setiap kali ada bulir bening jatuh dari sudut mata. Ia membelai
rambutku. Kukira ia akan menghapus air mata ini, tapi aku tahu air mata ini
terlalu membatu. Titik kekecewaan terdalam saat aku diam dan tanpa sebab
tiba-tiba ada air mata. Aku hanya bisa menarik nafas panjang dan
menghembuskannya perlahan, berharap aku segera lupa. Kian hari aku berdoa ini
semua akan berakhir tak berbekas. Tapi sejauh ini aku belum bisa. Masih ada
tanda akan luka. Semoga lekas sembuh wahai yang pernah jatuh cinta.
Kupandang lekat matahari yang
sebentar lagi pergi. Apakah tidak ada yang benar-benar menetap? Apakah tidak
ada yang benar-benar singgah? Pintu yang telah kau buka kini tertutup rapat.
Bagaimana caraku membukanya dan mengusirmu dari sana? Bisakah? Padahal setiap
malam aku terbangun dari lelapnya mimpi, menyadari bahwa cerita telah usai.
Comments
Post a Comment