Cinta tumbuh kapan saja, dimana saja dan entah bagaimana. Berawal dari pertemuan-pertemuan sederhana. Senyum saling sapa. Konflik tak terduga. Tak jarang mengena. Dari sanalah hidup jauh terasa lebih hidup. Ketika beberapa masalah datang dan tak pernah merasa keberatan. Suaranya lain. Mengisi hariku melebihi cuitan camar di kala senja.
Ada yang bilang padaku bahwa aku harus lebih cepat mengambil keputusan. Keputusan seperti apa, balasku. Lantas ia menepuk bahuku. Ia sadarkan aku dari lamunan. Ia mengerti. Jelas terlihat di kedua matanya isyarat itu. Kami terdiam.
Bagi sebagian orang, jarak bukan masalah. Kata mereka jarak menjadi ruang satu pasangan memupuk rindu. Kalimat saja butuh jeda antar kata, kata seorang penyair. Tentu demikan dengan satu hubungan. Jeda dalam arti jarak terkadang dibutuhkan. Sebagai pengingat bahwa kedua orang dalam ikatan itu adalah satu.
Kurasa itu benar adanya. Hanya saja beberapa waktu terakhir ada perbedaan terolah dalam diriku. Aku bertemu orang baru. Aku tenang. Seolah berada di rumah yang aman. Dipenuhi senyuman. Sempurna. Dan berbeda.
Entah apa yang akan terjadi nanti. Kubiarkan mengalir apa adanya. Pandanganku tak dapat luput darinya. Andai aku bisa merubah dunia, kukisahkan ada satu istana yang di dalamnya hanya ada aku dan dia. Akan kubangun megah tempat itu. Berbagai bunga bermekaran di halaman luas. Sekawanan kucing bermata biru bermain kejar-kejaran di taman. Hingga kudapati senja menggantung indah di ujung cakrawaka. Aku dan dia duduk berdua menikmati senja, masa, dan usia.
Comments
Post a Comment