Senja kali ini jingga indah mewarnai langit. Lengkap
sudah keangkuhan mentari. Sempurna ia sebagai mata dunia. Seluruh pandangan tak
lepas menikmati aksen langit. Satu senyum menyemai. Beberapa tangis merebak
tanda pisah. Keharuan menyeruak bersiap membingkai rindu yang akan bersemi
sepanjang malam. Sejenak berhembus nafas panjang. Angin membisikkan nama yang menggetarkan.
Di antara ketinggian aku menikmati hembus angin
sore. Kupandangi ujung langit yang terasa semakin fana. Atau entah ia nyata,
barangkali hanya metafora. Hiperbola tak kubutuhkan. Kata-kata mutiara
enyahlah sebentar saja. Berbagai majas sedang merundung luka. Berdiri ia gontai
merasakan gejolak yang tak mampu dirangkai kata.
Ada sesuatu mengganjal, menyesakkan dada. Tak mampu
berkata. Bisakah kau hadir di sini saja tanpa aku ke sana? Duniaku beku,
lidahku kelu, tinggal senyum tanpa makna. Tak lupa getaran hebat jauh di dalam
raga. Seketika semesta menggema. Tak bisa kah kau mendengarnya? Ayolah. Pahamilah.
Ada yang lemah di hadapanmu. Payah. Sungguh, kau begitu indah.
Sudah habis kata menggambarkanmu. Semanis madu,
sepahit benalu, begitulah kau sibuk mengisi ruang hariku. Sudahi sedihmu,
seduh kopimu. Bersandar padaku, pegang jemariku. Datanglah dan singgah menjadi
pena di lembar bukuku. Dapatilah sebentuk dunia yang hanya berisikan namamu.
Comments
Post a Comment