Ketika hanya bisa memikirkan
seseorang yang entah ia memikirkanmu atau tidak. Ketika jarak menjadi ruang
yang memisahkanmu dengan ia yang kau pikirkan. Apa kau yakin saat ini ia juga
memikirkanmu? Apa kau sudah tahu bahwa hatinya memang untukmu? Bagaimana jika
cintamu itu hanya sepihak? Ya, hanya kau yang jatuh cinta. Hanya kau yang
menganggap kebahagiaannya adalah segala-galanya bagimu. Dan ia tidak pernah
melihat itu. Ia tak pernah datang kepadamu.
Saat ini ia sedang di sana, di
tempat yang kauingat adalah tempat dimana kau dan ia pertama kali bertemu. Di
tempat itu kalian bertemu dalam keadaan tidak begitu bersahabat. Ia terlihat
seperti bukan orang yang ramah. Ia terlihat cuek.
Tak ada percakapan yang mampu
terbuka saat itu. Kalian saling diam tanpa ada yang mau mencairkan suasana.
Kalian sempat berpandangan mata, tapi tak lama. Kemudian ia memalingkan
padangannya darimu. Ia lari darimu. Ia mulai berjalan menjauhimu. Dan kau hanya
bisa melepasnya dengan rasa yang masih tertinggal. Kau hanya melihat punggungnya
yang mulai menjauh.
Kau melihatnya, terus menatap
kepergiannya. Tatapan matamu berhenti ketika ia duduk di tempat yang tidak jauh
darimu. Ia duduk dengan wajah tertunduk. Ia sibuk dengan ponsel tergenggam di
tangannya. Entah apa yang membuatnya begitu lekat menatap layar ponselnya. Tak
lain denganmu yang tak bisa lepas memandang kehadirannya.
Bayangkan, ia adalah orang yang
baru pertama kau temui dan kau langsung tertarik dengannya. Kau tak pernah bisa
menghapus bayangnya dari pikiranmu. Ingatan tentang hari itu masih ada hingga
kini. Bahkan ketika kau ingin menghapusnya, ingatan itu semakin kuat menempel
pada dinding otakmu. Kau tak bisa berbuat apa-apa selain terus memikirkannya.
Terkadang kau melihatnya dari
kejauhan. Ia bersama teman-temannya. Saat itu juga kau ingin mendekatinya,
berkenalan dengannya, meminta nomor hp-nya, menemaninya makan, mengantarkannya
pulang, dan yang lain. Kau membayangkan hal-hal indah yang bisa kalian lakukan
berdua. Hanya berdua.
Tapi kau tidak bisa melakukannya.
Kau hanya terdiam di tempatmu sambil memandanginya. Kau merasakan ia melihatmu.
Ya, ia melihatmu. Ia melihat ke arahmu, tepat kepadamu dengan kedua bola
matanya. Bola mata bundar yang indah.
Apa yang kau lakukan? Seharusnya
kau bisa melawan tatapannya dengan tatapan matamu, bodoh! Kau malah mengalihkan
pandangan. Kau beralih ke layar ponselmu yang sebenarnya tidak berada di
tanganmu. Kau memandang ke lain arah. Yang terpenting saat ini adalah kau harus
menghindari tatapan matanya. Dan akhirnya kau melihat birunya langit. Lalu kau
teguk minumanmu yang hampir habis itu.
Tanpa kau sadari sekarang ia
berada tepat di depanmu. Kalian ada di tempat yang sama. Kalian hanya berbeda
meja. Kau bisa melihatnya dengan jelas, sama seperti saat pertama kalian
bertemu. Kau bisa melihat wajahnya yang mendekati sempurna. Mendekati, itu
belum sempurna selama kau belum memilikinya. Kau yang akan membuatnya menjadi
sempurna. Begitu pikirmu.
Saat ini batinmu sedang tidak
baik. Hatimu bergejolak tak menentu. Jantungmu berdetak lebih kencang daripada
biasanya. Matamu berair karena terlalu lama membuka mata untuk memandangnya.
Tubuhmu bergetar tak mampu menahan gejolak rasa dalam jiwamu. Apa yang akan kau
lakukan saat ini?
Saat ini di dalam tubuhmu ada
jutaan kembang api. Mereka melesat dan meledak di langit-langit hatimu. Mereka
membuat warna-warni yang begitu indah. Mereka membuat perasaanmu bergelora, tak
tertahankan. Seperti kembang api di malam tahun baru, melesat dan meledak, jauh
ke atas singgasana dewa. Seperti perasaan yang ingin segera terucapkan, tapi
semua tertahan begitu saja.
Lihat, ia dekat denganmu!
Sekarang kalian bisa dengan mudah berhadapan. Kalian bisa dengan mudah untuk
berbincang-bincang. Munculkan suasana hangat agar ia tak lagi kabur darimu.
Bukankah kau ingin melihat senyumnya? Bukankah itu yang kau tunggu? Kenapa tak
kau lakukan sekarang juga? Ada apa dengan dirimu?
Kau, kau memang pecundang. Kau
pengecut! Kau selalu kabur dari orang yang kau inginkan. Kau tak akan bisa
memilikinya. Kau tak akan bisa melihat senyumnya. Kau tak akan bisa merasakan
kebahagiaan bersamanya. Kau tidak akan hidup bersamanya. Kau hanyalah angin
yang bisa ia rasakan kehadirannya, tapi ia tak bisa melihatnya. Kau hanyalah
kertas usang yang ingin tersapu angin, menjauh darinya. Kau bukanlah bayangnya
yang mengikutinya. Kau bukanlah apa-apa untuknya.
Apa kau berusaha untuk
melupakannya? Oh, lupakanlah jika kau mampu. Dan, ucapkan selamat tinggal untuk
ia yang sempat ada di hatimu.
Comments
Post a Comment