Beberapa hal sederhana terbilang
rumit. Sebaliknya ada hal rumit yang ternyata sangat sederhana ketika
dilakukan. Banyak orang memilih melihat dari luar daripada harus repot menelaah
lebih dalam. Asumsi timbul beriringan dengannya. Sebuah argumen disebarkan.
Anggukan kepala bagi mereka yang mengiyakan. Gelengan kepala berbuntut
terpinggirkan. Sederhana sekali menemukan kebenaran bukan?
Hitam putih yang kau puja selalu
terngiang di kepala. Tentang apa yang semua orang percayai kebenarannya,
perihal segala bentuk ketidaksucian yang dapat mencederai keharmonisan alam.
Bagaimana dunia berlangsung jika hanya memandang hitam dan putih? Bukankah akan
sangat tidak menyenangkan hanya berkutat di kedua warna itu? Seperti yang
tergambar sebelumnya, kau hanya memegang dua pilihan. Iya atau tidak. Begitu
sederhana kan ketika ingin memutuskan sesuatu?
Pada malam yang begitu dingin kau
bertanya sambil membenamkan wajah lugumu ke dalam dekapku. Semakin dalam
semakin tak kuasa kau menahan letupan romansa yang siap meledak kapan saja. Ketika
dua hati berdekatan seperti ini aku rasa semesta setuju bila detak jantungnya
mengalir bersamaan. Ritme mereka beriringan satu sama lain. Ada sebuah tali
imajiner menghubungkan mereka. Percaya atau tidak, pelan-pelan aku merasakan sesuatu
mengalir membasahi bajuku. Telusur ke belakang, sungguh sama sekali tak
kuizinkan air suci ini mengucur. Malam itu cerah, namun hatiku basah.
Tak usai kau menangis. Sepertinya
saat ini adalah waktu tepat untuk kau ungkap segala kekesalan. Kejanggalan
bertolak belakang muncul. Satu sisi aku senang melihatmu mempercayakan air
matamu padaku. Sisi lain aku tak ingin matamu bertambah sendu. Dapatkah aku
disebut kunci bahagiamu selagi kau masih menangis karenaku? Atau apakah dunia
memberiku peran antagonis dengan air matamu sebagai alasannya? Sederhana sekali
perhitungan baik buruk seseorang oleh semesta.
Bulan masih setia menyombongkan
diri sebagai penguasa malam. Gemintang mengawalnya dengan sukarela. Berteman
pucat rembulan dan gemerlap gugus bintang, kau memilih diam dalam tangisan.
Sama, aku diam, mencoba berpikir tenang. Jemari tanganmu mendarat pas di sela
jari tanganku. Rasanya nyaman. Semua begitu sederhana sekarang. Tetap seperti
ini adalah pilihan. Rumit menjelang. Kita hadapi aral melintang. Cinta akan
menang.
Comments
Post a Comment